Calon Pimpinan KPK, Sejumlah Nama Dapat Sorotan Negatif
Senin, 6 Juli 2015 08:22 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Latar belakang sejumlah kandidat calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi mendapat sorotan negatif dari para pegiat antikorupsi. Koordinator Investigasi Indonesia Corruption Watch Febri Hendri menemukan sejumlah nama yang lolos seleksi administrasi bermasalah. Mereka ada yang politikus, ada yang oportunis pencari kerja, ada pula yang punya agenda melemahkan lembaga antirasuah itu.
“Orang yang paling kami curigai pertama adalah kalangan politikus,” ujar Febri, Minggu 5 Juli 2015. Calon yang berafiliasi dengan partai politik dikhawatirkan memunculkan konflik kepentingan dan diragukan berkomitmen mendukung pemberantasan korupsi. “Berbahaya jika mereka menjadi pimpinan KPK,” kata Abdullah Dahlan, peneliti dari Indonesia Corruption Watch, kemarin, di Batu.
Masalah lain adalah para kandidat pemimpin KPK ada yang oportunis, “Mereka job seeker (pencari pekerjaan). Ada juga penyerang KPK,” kata Febri. “Mereka ini jangan sampai lolos.”
Dia menolak membeberkan nama-nama kandidat yang bermasalah. Hanya, Febri mengungkapkan, ada calon pemimpin yang merupakan job seeker, yang bisa dilihat dari keikutsertaannya dalam berbagai seleksi. Selain mereka mendaftar sebagai kandidat pemimpin KPK, orang tersebut ikut seleksi di berbagai lembaga pemerintah, termasuk komisioner Komisi Yudisial. “Jangan sampai KPK ini hanya dijadikan bumper,” kata dia.
<!--more-->
Sebanyak 194 nama dari 611 pendaftar lolos syarat administrasi calon pemimpin KPK dari berbagai latar belakang, kemarin. Panitia selanjutnya akan mengikutsertakan calon tersebut dalam uji makalah dan wawancara. Panitia meminta publik memberi masukan atas latar belakang para calon.
Dari daftar calon yang diumumkan kemarin, amat sedikit nama yang selama ini dikenal pro dalam pemberantasan korupsi. Sejumlah nama yang muncul malah memiliki latar belakang politik, antara lain Ahmad Yani, Petrus Salestinus, serta Imam Anshori Saleh.
Ahmad Yani merupakan pengacara sekaligus politikus Partai Persatuan Pembangunan. Dia beberapa kali mengkritik penindakan yang dilakukan KPK. Petrus pernah menjadi komisioner Komisi Pengawas Kekayaan Penyelenggaraan Negara. Pada pemilu lalu, ia menjadi calon anggota DPR dari Partai Hanura.
Adapun Imam merupakan anggota DPR (2004-2009) dari PKB. Jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi Yudisial akan berakhir tahun ini.
Ahmad Yani mengaku tak memiliki konflik kepentingan di balik pencalonannya. Rekam jejak sebagai bekas anggota DPR bukan ganjalan baginya untuk maju. “Saya ini kader partai politik. Tapi saat ini saya bukan pengurus lagi, makanya maju,” kata dia. “Niat saya murni karena ingin ada perbaikan di KPK, bukan karena motif politis.”
Begitu pula Petrus. Menurut dia, kariernya di masa lalu bukan halangan untuk dirinya menjadi calon. Apalagi, saat menjabat komisioner KPKPN, Petrus juga dikritik karena latar belakangnya di PDI Perjuangan.
“Saya tidak punya kepentingan apa pun, karena saya bukan pengurus dan tidak memiliki jabatan apa pun di partai,” kata Petrus. “Dan saya bisa mengukur diri saya sendiri. Waktu saya di KPKPN, saya dianggap orang PDIP. Tapi justru banyak pejabat dan menteri PDIP yang saya hajar.”
Adapun Imam Anshori pernah mengatakan pencalonannya atas desakan dari berbagai pihak. “Niatnya haruslah jihad, sungguh-sungguh,” kata Imam ketika itu.
Para pegiat yang berafiliasi dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Jawa Timur ragu akan komitmen calon yang lolos tahap pertama dari daerahnya. Mereka juga khawatir pada calon berlatar belakang penegak hukum.
LINDA TRIANITA | ABDI PURMONO | RIKY FERDIANTO | EKO WIDIANTO | PURWANTO