Tunjangan DPR Naik, Pemerintah dan Dewan Saling Tuding
Senin, 21 September 2015 16:04 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro membantah telah menyetujui kenaikan tunjangan Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut Bambang, surat bernomor S-520/MK.02/2015 yang dikirim kepada DPR beberapa waktu lalu bukan persetujuan, melainkan hasil kajian Kementerian mengenai standar besaran tunjangan yang aman bagi anggaran jika ada kenaikan.
“Yang memutuskan naik atau tidak, itu internal pengguna anggaran. Itu urusan mereka,” kata Bambang kepada Tempo, Minggu 20 September 2015.
Bambang menceritakan, kajian dilakukan setelah Dewan mengusulkan kenaikan tunjangan. Karena anggaran tak memungkinkan memenuhi usulan tersebut, Kementerian menentukan berapa angka kenaikan yang dinilai pantas. “Sebab, bagi kami yang penting enggak nambah (anggaran),” ujar Bambang. “Jadi saya tidak menentukan berapa kenaikannya. Saya kan bukan bos mereka (DPR).”
Polemik tunjangan Dewan ini muncul setelah Ketua DPR Setya Novanto mengumpulkan 10 ketua fraksi dan ketua Badan Urusan Rumah Tangga pada awal pekan lalu. Dalam pertemuan itu, Setya mengumumkan adanya kenaikan tunjangan kehormatan, komunikasi intensif, peningkatan fungsi pengawasan, serta bantuan langganan listrik dan telepon untuk setiap anggota Dewan.
<!--more-->
Seusai pertemuan, Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga DPR Dimyati Natakusumah mengklaim tambahan tunjangan anggota Dewan telah disetujui Kementerian Keuangan. Duit siap dicairkan bulan depan lantaran telah masuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Menurut dia, tunjangan baru itu juga akan masuk Rancangan APBN 2016. “Hanya menyesuaikan, dan belum ada tambahan,” kata Dimyati, pekan lalu.
Jika merujuk ke surat Menteri Keuangan, berarti anggota DPR akan menerima tunjangan minimal Rp 31 juta dari empat jenis tunjangan tersebut setiap bulan, naik sekitar Rp 6 juta dari yang selama ini diperoleh. Sejumlah lembaga pemantau anggaran dan parlemen mengkritik rencana itu. Mereka menilai kenaikan tunjangan tidak pantas diberikan karena buruknya kinerja parlemen.
Sejak dilantik pada 1 Oktober 2014, DPR hanya menyelesaikan tiga undang-undang pada masa sidang 2014-2015, yaitu Undang-Undang MD3, Undang-Undang Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Sisanya, DPR hanya menuntaskan sembilan RUU kumulatif terbuka.
Mayoritas fraksi di DPR kini berubah sikap. Mereka juga menyatakan menolak kenaikan tunjangan yang dinilai tak tepat diberikan ketika perekonomian sedang lesu, Minggu 20 September 2015. Penolakan tak hanya dari partai pendukung pemerintah seperti PDI Perjuangan dan Partai NasDem, tapi juga dari Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Mereka memerintahkan anggotanya untuk mengembalikan tambahan duit tunjangan.
Menurut anggota BURT DPR, Irma Suryani, sejak menerima surat dari Menteri Keuangan, lembaganya belum pernah sekali pun menggelar rapat internal membicarakan distribusi kenaikan tunjangan. “Termasuk pos mana saja yang akan mengalami pemotongan untuk menambah tunjangan,” ujar politikus NasDem ini.
AGOENG WIJAYA | RIKY FERDIANTO | MITRA TARIGAN | INDRI MAULIDAR | PUTRI ADITYOWATI