Kabut Asap Belum Berlalu, Perlukah Status Bencana Nasional?
Rabu, 30 September 2015 16:58 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah masih menunggu laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menyikapi dampak kabut asap terhadap masyarakat sebagai darurat bencana nasional.
"Presiden terus terang sudah ke daerah. Saya juga mendampingi di Sumatera dan Kalimantan, jadi sudah tahu persoalannya. Dan sekarang ini sudah ada tim di lapangan, dikoordinasikan oleh BNPB, Panglima TNI, dan Kapolri," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Kompleks Istana Negara, Selasa 29 September 2015.
Baca juga:
Gamelan Diklaim Malaysia dan ATP, Begini Reaksi Netizen
NU, Muhammadiyah, dan LDII Berdemo Tuding PKI Pengkhianat
Pramono mengatakan pemerintah masih menunggu syarat dari BNPB dalam menetapkan status bencana nasional. Menurut dia, pemerintah belum akan mengevakuasi warga. Evakuasi baru dilakukan apabila ketebalan kabut asap memang sangat membahayakan.
Meski pemerintah belum menetapkan bencana nasional, sejumlah kepala daerah telah menetapkan tanggap darurat asap. Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, sudah menetapkan status darurat sejak 15 September 2015. Sedangkan pelaksana tugas Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman, memperpanjang status darurat. "Status darurat kami perpanjang selama 14 hari ke depan," kata Arsyadjuliandi di Posko Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan Pangkalan Udara Roesmin Nurjadin, Pekanbaru.
Selanjutnya...
<!--more-->
Pejabat Bupati Dharmasraya, Syafrizal, melarang warga dan pengusaha membakar sampah maupun lahannya. Siswa sekolah pendidikan anak usia dini hingga sekolah menengah atas di daerah perbatasan dengan Jambi ini kembali diliburkan. Dua hari sejak 15 September, mereka sudah libur. Kondisi udara sempat membaik. Namun sejak Sabtu lalu kondisinya kembali parah.
Sesuai dengan hasil uji laboratorium, kualitas udara Dharmasraya buruk. Tingkat konsentrasi partikel debu (aerosol) di atas 400 mikrogram per meter kubik. Berdasarkan national ambient air quality standard, angka ini termasuk berbahaya bagi semua populasi yang terpapar. Aerosol dalam udara sudah dinyatakan tak sehat bila mencapai 101-200 mikrogram per meter kubik. “Kondisi udara sudah berada di level berbahaya,” kata Syafrizal, dua hari lalu. “Jarak pandang hanya 100 meter.”
Baca juga:
Mau Kenal Teroris? Buku Ini Mungkin Bisa Menjadi Pilihan
Status Yogyakarta Jadi Kota Batik Dunia Terancam Dicabut
Ketebalan asap di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pun tak jauh berbeda. Posko Tanggap Darurat Kebakaran Hutan dan Lahan Kalimantan Tengah melaporkan jarak pandang di sana tinggal 25-40 meter. Kadar aerosol dalam udara rata-rata per bulan mencapai 742 gram/meter pada malam hari. Siangnya bisa mencapai 886,532 g/m. Dalam satuan ini, standar partikel semestinya tak melebihi 500 g/m.
Meski kondisi daerah semacam itu, Kepala BNPB Williem Rampangilei menyatakan belum perlu mengevakuasi seluruh warga. Evakuasi masih sebatas terhadap mereka yang rentan terhadap dampak asap. "Misalnya penderita asma, alergi, dan lanjut usia," ujar Williem, dua hari lalu.
Selanjutnya...
<!--more-->
Juru bicara BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, mengatakan penetapan status bencana nasional bisa dilakukan oleh Presiden Joko Widodo apabila daerah benar-benar tak mampu menanggulangi. “Yang berwenang menentukan adalah presiden,” kata Sutopo. “Contohnya saat bencana tsunami Aceh, pemda kan kolaps.”
Guru besar kebijakan kehutanan Institut Pertanian Bogor, Hariadi Kartodihardjo, berharap Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan status darurat asap atas kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. Status tersebut diharapkan memicu upaya berlebih dalam memadamkan api dan, jika perlu, evakuasi warga.
Baca juga:
Ahok Batal Bikin Pergub Anjing: Capek Saya Nanti...
BNN: Ojek Online Rentan Dimanfaatkan sebagai Kurir Narkoba
"Presiden sebaiknya memberlakukan status darurat asap, namun jangan sampai status tersebut hanya sebagai simbol. Harus ada tindakan nyata," kata Hariadi.
Hariadi membandingkan kebakaran hutan kali ini dengan bencana serupa di Kalimantan pada 1997. Presiden Soeharto langsung memerintahkan aparat TNI dan Kepolisian berfokus ke Kalimantan. Gerakan masif masyarakat dan para pengusaha pengelola lahan juga terlihat. "Seluruh perangkat kerja darurat mendengarkan komando dari presiden,” kata Hariadi. “Kondisi ini yang tak terlihat pada peristiwa bencana sekarang."
TIKA PRIMANDARI | REZA ADITYA | RIYAN NOFITRA | RIYAN NOFITRA | KARANA WW | ANDRI EL FARUQ