TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah mengabaikan putusan Pengadilan Rakyat Internasional (International People's Tribunal/IPT) 1965 tentang pelanggaran hak asasi manusia pasca-peristiwa 1965 dengan dalih pengadilan tersebut tak memiliki landasan hukum. Namun Koordinator Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nur Kholis, mengungkapkan hingga saat ini pemerintah juga tak kunjung menentukan cara untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tersebut.
Nur Kholis mengatakan, dorongan agar pemerintah segera melakukan rekonsiliasi telah bermunculan. Dia mencontohkan hasil simposium "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" di Jakarta, April lalu. "Semua tinggal menunggu rekonsiliasi resmi dari pemerintah," kata dia, Kamis 21 Juli 2016.
Menurut Nur Kholis, pertemuan antarlembaga mengenai mekanisme rekonsiliasi juga tak pernah menemukan titik temu soal periode tragedi, penentuan korban, bentuk rehabilitasi, dan cara pengungkapan fakta. "Padahal rekonsiliasi tak mungkin terjadi kalau tak ada pengungkapan fakta," kata dia. Di sisi lain, dia menilai penyelesaian lewat jalur hukum juga tak ada kepastian karena, hingga kini, Kejaksaan Agung tak menunjukkan indikasi bakal meningkatkan status berkas penyelidikan Komnas HAM ke tahap penyidikan.
Tragedi 1965 kembali mencuat setelah Rabu lalu majelis hakim IPT 1965 mempublikasikan laporan final mereka setelah sempat bersidang pada awal November 2015. Indonesia dinyatakan bersalah dan bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan terhadap anggota dan simpatisan Partai Komunis Indonesia setelah tewasnya enam orang jenderal dan seorang letnan di Jakarta pada 30 September 1965. Majelis yang dipimpin Zakeria Yacoob, mantan hakim Mahkamah Konstitusi Afrika Selatan, itu merekomendasikan agar pemerintah Indonesia meminta maaf, memberikan kompensasi kepada korban dan keluarganya, serta mengadili para pelaku.
Pemerintah menganggap putusan tersebut bukan produk hukum. "Itu tak ada dalam mekanisme hukum nasional maupun internasional," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, kemarin. Meski demikian, Arrmanatha menilai IPT 1965 tak dilarang sebagai bagian dari kebebasan menyatakan pendapat.
Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Mulfachri Harahap, menganggap putusan IPT 1965 sebagai teguran bagi pemerintah agar serius menyelesaikan kasus ini. Adapun anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Masinton Pasaribu, mendesak pemerintah segera melakukan rekonsiliasi. "Masyarakat sudah menunggu," kata Masinton.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Arminsyah enggan berkomentar tentang nasib berkas penyelidikan Komnas HAM. "Kami koordinasi membahas kasusnya, terutama cara menilai alat buktinya," kata dia, kemarin.
Tapi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan menampik tudingan bahwa pemerintah tak serius menyelesaikan kasus 1965. Dia bahkan mengklaim telah menyodorkan dua rekomendasi hasil dua simposium berbeda, yang digelar pada April dan Juni lalu, kepada Presiden Joko Widodo.
Menurut dia, pemerintah sudah membentuk tim untuk mengecek sejumlah lokasi yang ditengarai sebagai kuburan massal pasca-peristiwa 1965. Dia berharap tim segera menyelesaikan laporannya. "Mudah-mudahan pekan depan atau awal bulan depan," kata Luhut.
AGOENG | FRANSISCO ROSARIANS | YOHANES PASKALIS | AHMAD FAIZ | HUSSEIN ABRI DONGORAN
Berita lainnya:
Jokowi Minta Diskresi Tak Dipidana, Begini Reaksi Polri
Beredar Tiket Raffi & Ayu Ting Ting, Manajemen Buka Suara
PDIP Akan Umumkan Nama Calon Gubernur Jakarta, Begini Reaksi Ahok
Berita terkait
4 Prajurit Kostrad Gugur di Distrik Paro Nduga Papua, Ini Profil Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat
29 November 2023
Kostrad merupakan salah satu pasukan elit yang dimiliki TNI AD. Begini sejarah pasukan ini.
Baca SelengkapnyaSurat Cinta Bung Karno untuk Ratna Sari Dewi, Berikut Profil Istri Sukarno Bernama Asli Naoko Nemoto
20 November 2023
ANRI kumpulkan 300 arsip Sukarno, di antaranya surat cinta untuk Naoko Nemoto atau Ratna Sari Dewi. Ini profilnya.
Baca SelengkapnyaSejak Kapan Film Pengkhianatan G30S/PKI Tak Lagi Wajib Tayang dan Tonton?
30 September 2023
Film Pengkhianatan G30S/PKI pernah menjadi film wajib tayang dan tonton bagi siswa seluruh Indonesia. Sejak kapan tak lagi diwajibkan?
Baca SelengkapnyaBerikut Sikap Pemerintah Terhadap Korban Pasca G30S 1965
30 September 2023
Begini sikap pemerintah terhadap korban pasca G30S 1965. Mahfud Md dan Menkumham Yasonna Laoly memberikan peluang repatriasi.
Baca SelengkapnyaDokumen Gilchrist Versi Keterlibatan Intelijen Asing dalam Peristiwa G30S 1965
29 September 2023
Berbagai versi muncul menjadi latar terjadinya peristiwa G30S yang masa orde disebut G30S/PKI. Salah satunya adanya dokumen Gilchrist. Apa isinya?
Baca SelengkapnyaPasukan Tengkorak Kostrad Dipercaya Atasi KKB Papua, Begini Pasukan Elite Ini Beraksi
9 Maret 2023
Kostrad mempercayakan Pasukan Tengkorak untuk menangani Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Berikut profil salah satu pasukan elite TNI itu.
Baca SelengkapnyaPenumpasan G30S: Jejak Sarwo Edhie Wibowo Sang Komandan RPKAD
4 Oktober 2022
Sarwo Edhie dan pasukannya bertugas menumpas kelompok G30S dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saat itu dianggap bertanggung jawab terhadap G30S.
Baca SelengkapnyaCerita Prajurit RPKAD Temukan Sumur di Lubang Buaya Tempat Jasad 6 Jenderal Korban G30S
3 Oktober 2022
Hari ini 57 tahun silam, pasca G30S, personel RPKAD menemukan sebuah sumur tua di Lubang Buaya area Halim tempat 6 jasa jenderal dan 1 kapten.
Baca SelengkapnyaMenapaki Jejak Keterlibatan CIA dalam G30S
2 Oktober 2022
David T. Johnson, dalam bukunya mengungkapkan bahwa Amerika Serikat, melalui tangan-tangan CIA, turut terlibat dalam G30S pada 30 September 1965.
Baca SelengkapnyaDaftar Buku yang Membedah Peristiwa G30S
30 September 2022
Banyak buku yang diterbitkan dalam beragam versi membahas peristiwa G30S. Di antara buku itu ada Gestapu 65 PKI, Sjam, Bung Karno Nawaksara dan G30S.
Baca Selengkapnya