Sindikat Narkoba Freddy Budiman, Kekuatan Besar Belum Tersentuh
Rabu, 10 Agustus 2016 12:34 WIB
TEMPO.CO, Jakarta -Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar meminta pihak berwenang mengusut kekuatan besar di balik jaringan narkoba Freddy Budiman. Adanya kekuatan besar itu diungkapkan oleh mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (Bais) TNI, Laksamana Muda (Purn.) Soleman B. Ponto. “Iya, itu kan sejalan dengan kesaksian Freddy ke saya. Harus diusut,” ujar Haris, yang dihubungi Tempo, Selasa 9 Agustus 2016.
Menurut Haris, kesaksian Freddy ini semestinya bisa menjadi sarana konsolidasi semua elemen bangsa untuk memberantas kejahatan sindikat narkoba dan aparat yang melindunginya. “Tidak mungkin keterlibatan oknum hanya dari satu institusi. Mereka berbagai peran dan berlindung di balik lembaga dan jabatannya,” katanya.
Dugaan adanya kekuatan besar yang terlibat dalam jaringan narkoba terpidana mati Freddy Budiman kian santer. Presiden Joko Widodo telah meminta agar kesaksian Freddy yang ditulis Haris Azhar, yang mengungkap keterlibatan pejabat Kepolisian RI, Badan Narkotika Nasional (BNN), dan Tentara Nasional Indonesia (TNI), ditelisik kebenarannya. Namun pemeriksaan yang dilakukan polisi, BNN, dan TNI seperti jalan di tempat.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Mabes Polri Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar mengatakan belum ada anggotanya yang diperiksa. Alasannya, Polri baru saja membentuk tim independen untuk menelusuri kasus itu. “Ada sejumlah agenda mengumpulkan bahan keterangan berupa fakta-fakta yang memiliki relevansi,” ujar Boy, kemarin.
Sementara itu, juru bicara TNI, Mayor Jenderal Tatang Sulaeman, mengatakan pihaknya telah membentuk tim investigasi. “Kami membuka dan mempelajari kembali berkas-berkas lama, terutama kasus yang menyeret Sersan Mayor Supriadi (terpidana anggota sindikat narkoba Freddy),” kata Tatang. Namun hingga kini belum ada anggota atau mantan TNI yang dimintai keterangan.
Juru bicara BNN, Komisaris Besar Slamet Pribadi, juga berkelit. Menurut dia, pihaknya belum memeriksa pejabat BNN karena belum ada bukti dan fakta yang mengarah ke pihak tertentu. “Seperti melaporkan rakyat Indonesia mencuri. Ini siapa yang dimaksud? Tidak jelas, kan,” ucapnya saat dihubungi Tempo, kemarin. Sedangkan Freddy telah dieksekusi mati di Nusakambangan pada 29 Juli lalu.
Tim internal BNN baru meminta keterangan mantan Kepala Lembaga Permasyarakatan Batu, Nusakambangan, Liberty Sitinjak. Ia yang mendampingi Freddy ketika bertemu dan bercerita kepada Haris pada 2014. Sitinjak membenarkan kesaksian Freddy bahwa pernah ada petugas BNN yang meminta supaya kamera pengintai atau CCTV (closed-circuit television) di sel Freddy dicopot.
Soleman meyakini keterangan Freddy jujur. Menurut dia, dalam kasus narkoba asal Cina yang diimpor Freddy pada 2012, ada pejabat tinggi BNN yang terlibat. Alasannya, Bea-Cukai berani menolak perintah Kepala Bais untuk memeriksa seluruh kontainer dengan alasan ada kekuatan besar yang melarang mereka memeriksa.
Mantan Deputi Bidang Pemberantasan BNN, Inspektur Jenderal Benny Mamoto, yang mengungkap kasus itu, menjelaskan alasan BNN merahasiakan kontainer itu dari Kepala Bais. Menurut dia, aparat Cina telah memberikan informasi rinci mengenai isi kontainer beserta alamatnya. Sementara itu, di kontainer, tertempel alamat tujuan, yakni ke Primer Koperasi Kalta, koperasi milik Bais TNI. “Wajar dong kalau kami jadi waspada,” ujarnya. “Makanya kami bilang ke Bea-Cukai, tolong, ini tertutup sekali. Hanya Bea-Cukai dan BNN yang tahu.”
DEWI SUCI RAHAYU | ANTARA
Berita lainnya:
Cerita Nusron: Skenario Ahok Kan Lawan 10 Partai!
Sekolah Sehari ala Menteri Muhadjir, Berapa Biayanya?
Istri Cantik, Anak Sehat, Hidup Mapan, Kok Masih Selingkuh?