Polisi: Ada Perbedaan antara Pidato Ahok dengan Transkrip

Reporter

Editor

Selasa, 8 November 2016 12:11 WIB

Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) usai menjalani pemeriksaan di Badan Reserse Kriminal Polri, Jakarta, 7 November 2016. Ahok diperiksa selama sembilan jam terkait kasus dugaan penistaan agama surat Al-Maidah ayat 51. TEMPO/Subekti

TEMPO.CO, Jakarta - Kepolisian memastikan ada perbedaan antara video lengkap pidato Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, dan yang beredar di media sosial. Analis Kebijakan Divisi Hubungan Masyarakat Markas Besar Polri, Komisaris Besar Rikwanto, mengatakan video yang sempat viral tersebut disunting dulu sebelum diunggah ke media sosial.

Rikwanto menerangkan, penyunting menghilangkan kata “pakai” dalam video suntingan. Dia menilai kesalahan transkripsi oleh pengunggah video itu menjadi biang permasalahan bagi sebagian umat Islam. “Ada beberapa kata yang memang terucap di situ dan disunting oleh seseorang dan menjadi viral. Yang terakhir (video suntingan) seolah-olah terjadi penistaan agama,” kata Rikwanto seusai pemeriksaan Ahok di gedung utama Mabes Polri, Senin 7 November 2016.

Dalam pemeriksaan, menurut Rikwanto, penyelidik melontarkan 22 pertanyaan kepada Ahok. Tak hanya menerangkan isi pidato, Ahok juga diminta menjelaskan tujuannya berkunjung ke Pulau Pramuka pada 27 September lalu. "Ahok menerangkan soal perkembangan program perikanan di Kepulauan Seribu," kata Rikwanto.

Dalam kunjungan itulah, Ahok dalam pidatonya mengatakan, "Kan, bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya. Karena dibohongin pakai Surat Al-Maidah 51 macem-macem gitu loh (peserta pertemuan tertawa). Itu hak Bapak-Ibu, ya."

Belakangan, pada 6 Oktober, pemilik akun Facebook Buni Yani mengunggah sebagian video tersebut dengan judul "Penistaan terhadap Agama". Buni diduga juga mentranskripsikan rekaman itu, sehingga petikan kalimat Ahok menjadi: "Bapak-Ibu (pemilih muslim)... dibohongi Surat Al-Maidah 51."

Meski telah memeriksa sedikitnya 15 saksi ahli, Rikwanto mengatakan, penyelidik masih akan mendalami kasus ini dengan memanggil delapan saksi pekan ini. Penyelidik juga akan memanggil Buni Yani, yang diduga mengunggah video itu di laman Facebook-nya pada Kamis, 10 November 2016.

Menurut Rikwanto, gelar perkara kasus ini akan dilaksanakan secara terbuka dan disiarkan langsung di media elektronik, sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo, pada pekan depan. Saat ini, tim penyelidik sedang menggodok teknik pelaksanaan gelar perkara terbuka, seperti soal lokasi, waktu, saksi yang dihadirkan, dan siaran langsung.

Ketua tim advokasi Ahok, Sirra Prayuna, mengatakan Ahok siap membuktikan bahwa kliennya itu tak bersalah dalam kasus ini. Ahok akan datang jika dipanggil dalam gelar perkara terbuka yang digagas Polri. "Pak Ahok harus menyampaikan secara sempurna dan komprehensif hal-hal yang dialami sendiri,” kata Sirra. Adapun Ahok seusai pemeriksaan enggan berkomentar.

Buni Yani membantah mengedit video yang, menurut dia, diunduh dari sebuah situs. "Saya bersaksi, demi Allah, tidak pernah mengubah apa-apa di dalam video tersebut," kata Buni kemarin.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto, menerangkan bahwa gelar perkara terbuka dilakukan supaya masyarakat dapat menilai secara obyektif dan mengawal secara langsung penanganan kasus ini. Gelar perkara nanti, kata dia, akan menentukan kelanjutan kasus ini. “Kami akan gelar untuk menentukan apakah kasus ini bisa dinaikkan ke tahap penyidikan atau tidak,” kata dia.

DEWI SUCI RAHAYU | DANANG FIRMANTO

Berita lainnya:
Jokowi Sebut Demo Ditunggangi, Lulung: Presiden Panik

Andai Tersangka, Ahok Ternyata Bisa Maju Pilkada, Asal...

Ini Sosok Mahasiswa yang Dituduh Provokator Demo 4 November

Berita terkait

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

6 jam lalu

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

Bulan lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

7 jam lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

8 jam lalu

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

Investigasi Amnesty International dan Tempo menemukan produk spyware dan pengawasan Israel yang sangat invasif diimpor dan disebarkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

10 jam lalu

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan konsep tempat parkir bawah tanah Monas ini sempat masuk gagasannya.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

14 jam lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

1 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

1 hari lalu

Korlantas Polri Tegaskan Pelat Dinas Berkode ZZ Harus Patuhi Aturan Ganjil Genap

Korlantas Polri memastikan pelat nomor khusus kendaraan dinas berkode 'ZZ' harus tetap mematuhi aturan ganjil genap.

Baca Selengkapnya

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

1 hari lalu

Korlantas Ungkap Banyak Lembaga Negara Buat Pelat Dinas Tapi Tak Tercatat di Database Polri

Korlantas Polri mengungkap, terdapat banyak lembaga negara yang membuat pelat kendaraan dinas dan STNK khusus sendiri.

Baca Selengkapnya

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

1 hari lalu

Komnas HAM Inisiasi Penilaian untuk Kementerian dan Lembaga, Ini Kategori Hak yang Dinilai

Komnas HAM menggunakan 127 indikator untuk mengukur pemenuhan kewajiban negara dalam pelaksanaan HAM.

Baca Selengkapnya

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

1 hari lalu

TNI-Polri Bahas Penyalahgunaan Plat Kendaraan hingga Konflik Antaranggota

Yusri juga berharap, TNI dan Polri memiliki frekuensi yang sama dalam mengatasi berbagai permasalahan itu.

Baca Selengkapnya