Ahok Diduga Menista Agama dan Dilema Gelar Perkara Terbuka

Reporter

Editor

Jumat, 11 November 2016 14:46 WIB

Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok saat blusukan ke daerah Petojo. TEMPO/Larissa Huda

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Desmond Junaedi Mahesa, mengingatkan pimpinan Kepolisian RI agar berhati-hati dalam gelar perkara kasus dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Menurut Desmond, gelar perkara terbuka rawan digugat publik.

“Karena bisa melanggar asas due process of law (penegakan hukum dengan cara yang tidak bertentangan dengan hukum),” kata Desmond, saat dihubungi Tempo, Kamis 10 November 2016. “Selama ini, yang boleh terbuka hanya sidang di pengadilan.”

Ahad lalu, Presiden Joko Widodo meminta Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian menggelar perkara dugaan penistaan agama oleh Ahok secara terbuka. Tujuannya adalah membuktikan kepada publik bahwa kasus Ahok akan dituntaskan secara transparan dan adil.

Desmond menuturkan, gelar perkara terbuka rawan digugat karena polisi dianggap mengambil alih kewenangan hakim di pengadilan. Ia khawatir keterangan sejumlah saksi yang langsung diketahui publik dapat menimbulkan masalah di kemudian hari. Jika saksi ahli itu menyebut pernyataan Ahok bukan penistaan agama, ada potensi ia dimusuhi.

Demikian pula sebaliknya. Jika keterangan saksi ahli menguatkan tuduhan Ahok menistakan agama, tutur Desmond, kesimpulan hasil gelar perkara bisa seperti vonis bersalah di pengadilan. Selanjutnya, masyarakat akan sulit menerima bila hakim menyatakan Ahok tidak bersalah. Hal ini lantas memicu ketidakpercayaan terhadap penegak hukum.

Anggota Komisi Hukum DPR, Sufmi Dasco Ahmad, berpendapat sama. Menurut Sufmi, gelar perkara terbuka rawan digugat lantaran teknis pelaksanaannya tidak memenuhi prosedur. Politikus dari Partai Gerindra ini mengatakan tak ada aturan baku soal gelar perkara, sehingga rawan dipersoalkan.

Adapun anggota Komisi Hukum DPR, Arsul Sani, berpendapat Polri harus mengkaji kembali ucapan Presiden soal gelar perkara terbuka. Menurut dia, proses gelar perkara tak harus disiarkan secara langsung di televisi. “Kata ‘terbuka’ dapat diartikan bahwa gelar perkara diikuti sejumlah pihak yang lebih luas. Misalnya, internal kepolisian, pihak pelapor, terlapor, dan saksi ahli dari sejumlah institusi,” kata politikus Partai Persatuan Pembangunan ini.

Adapun anggota Komisi Kepolisian Nasional, Poengky Indarti, mengatakan gelar perkara terbuka memang bukan hal yang biasa dilakukan, tapi tidak berarti melanggar aturan yang ada. Ia menyerahkan kepada Polri soal teknis pelaksanaannya. “Yang paling penting, independensi Polri jangan sampai diintervensi,” tuturnya.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri, Brigadir Jenderal Agus Rianto, mengatakan pihaknya tengah mempersiapkan teknis gelar perkara tersebut. Konsep teknis pelaksanaan ini dirumuskan secara matang untuk menghindari adanya gugatan. Agus mengatakan tak ada aturan yang dilanggar dalam pelaksanaan gelar perkara terbuka nanti.

Kepala Badan Reserse Polri Kriminal Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto menambahkan, gelar perkara terbuka bukan berarti disaksikan secara luas oleh masyarakat. Artinya, gelar perkara tidak secara otomatis disiarkan secara langsung melalui televisi. “Terbuka terbatas.”

DEWI SUCI | REZKI ALVIONITASARI | DANANG FIRMANTO

Berita lainnya:
Ahok: Saya Diminta Mundur Jadi Calon Gubernur DKI Jakarta
Disindir Pengamat Politik, Fadli Zon: Urus Saja Sang Penista

Pernyataan Trump Larang Muslim di Amerika Serikat Dihapus dari Situsnya

Berita terkait

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

12 jam lalu

Soal Alat Sadap IMSI Catcher di Indonesia, Ini Kata Bos Polus Tech

Bos Polus Tech mengakui kesulitan untuk mengawasi penggunaan alat sadap oleh pembeli.

Baca Selengkapnya

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

13 jam lalu

TPNPB-OPM Tanggapi Rencana TNI-Polri Kerahkan Pasukan Tambahan di Intan Jaya

Menurut Sebby Sambom, penambahan pasukan itu tak memengaruhi sikap TPNPB-OPM.

Baca Selengkapnya

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

1 hari lalu

Cara Kerja Teknologi Pengintai Asal Israel yang Masuk Indonesia: Palsukan Situs Berita

Sejumlah perusahaan asal Israel diduga menjual teknologi pengintaian atau spyware ke Indonesia. Terungkap dalam investigasi gabungan Tempo dkk

Baca Selengkapnya

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

1 hari lalu

Syarat Penerimaan Polri Lengkap 2024 dan Cara Daftarnya

Berikut ini syarat penerimaan SIPSS, Taruna Akpol, Bintara, dan Tamtama Polri 2024 serta tata cara pendaftarannya yang perlu diketahui.

Baca Selengkapnya

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

2 hari lalu

Ahok Kritik Penonaktifan NIK KTP Jakarta: Jangan Merepotkan Orang

Bulan lalu, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) DKI Jakarta mengajukan penonaktifan terhadap 92.493 NIK warga Jakarta ke Kemendagri.

Baca Selengkapnya

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

2 hari lalu

Amnesty Desak DPR dan Pemerintah Buat Aturan Ketat Impor Spyware

Amnesty mendesak DPR dan pemerintah membuat peraturan ketat terhadap spyware yang sangat invasif dan dipakai untuk melanggar HAM

Baca Selengkapnya

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

2 hari lalu

Investigasi Tempo dan Amnesty International: Produk Spyware Israel Dijual ke Indonesia

Investigasi Amnesty International dan Tempo menemukan produk spyware dan pengawasan Israel yang sangat invasif diimpor dan disebarkan di Indonesia.

Baca Selengkapnya

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

2 hari lalu

Cerita Ahok Soal Ide Bangun Parkir Bawah Tanah Monas untuk Atasi Kemacetan Jakarta

Mantan Gubernur DKI Jakarta Ahok mengatakan konsep tempat parkir bawah tanah Monas ini sempat masuk gagasannya.

Baca Selengkapnya

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

2 hari lalu

Soal Kematian Brigadir RAT, Kompolnas Ungkap Sejumlah Kejanggalan

Kompolnas menilai masih ada sejumlah kejanggalan dalam kasus kematian Brigadir RAT.

Baca Selengkapnya

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

3 hari lalu

Kata Komnas HAM Papua soal Permintaan TPNPB-OPM Warga Sipil Tinggalkan Kampung Pogapa: Wajar Demi Keselamatan

Komnas HAM Papua menyatakan permintaan TPNPB-OPM bukan sesuatu yang berlebihan.

Baca Selengkapnya