TEMPO.CO, Jakarta - Tim penasihat Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump, tengah membahas rencana membuat sistem pendataan imigran muslim di Amerika Serikat. Rencana itu akan mengatur semua warga muslim di Negeri Abang Sam itu dengan memasukkan mereka ke database.
Kris Kobach, salah seorang anggota tim transisi Donald Trump, mengatakan saat ini tim imigrasi telah membahas dan menyusun rencana tersebut. ”Sehingga Trump dan Departemen Keamanan Dalam Negeri punya landasan untuk bisa menerapkannya,” ujar dia, seperti dilansir Reuters, Kamis 17 November 2016.
Rencana pendataan warga muslim menjadi bagian dari kampanye Donald Trump. Taipan real estate ini, dalam kampanye pemilihan presiden, menyatakan melarang warga muslim masuk Amerika. Donald Trump juga bakal mendeportasi imigran ilegal dan membangun tembok perbatasan Amerika-Meksiko dengan biaya proyek yang dibebankan kepada Meksiko.
Kobach, sekretaris Negara Bagian Kansas, termasuk orang yang membantu menyusun Undang-Undang Imigrasi secara ketat di sejumlah negara bagian. Program pendataan warga muslim muncul pertama kali pada era pemerintahan Goerge W. Bush setelah aksi teroris di New York pada 2001, yang dikenal dengan Tragedi 11/9.
Sebagai seorang staf di Departemen Kehakiman pada era Presiden Bush, Kobach menjadi bagian dari tim pengumpul data warga asing dengan nama The National Security Entry-Exit Registration System (NSEERS). Di bawah NSEERS, orang dari negara-negara yang dianggap “berisiko tinggi” harus menjalani interogasi dan pemeriksaan sidik jari saat masuk Amerika. Program registrasi ini berfokus pada pengunjung non-warga negara Amerika berusia 16 tahun hingga lebih dari 24 tahun.
"Ini berlaku bagi warga dari negara yang masuk kategori surga para teroris,” ujar Kobach. Namun program itu berhenti pada 2011 karena menuai kritik dari masyarakat sipil. Pegiat hak asasi Amerika dan warga sipil muslim menilai program ini diskriminatif.
Sejumlah kalangan kecewa atas terpilihnya Donald Trump dan berniat pindah dari Amerika. Negara yang menjadi tujuannya antara lain Kanada dan Selandia Baru. Wali Kota London Sadiq Khan mengatakan kotanya terbuka bagi mereka yang kecewa terhadap Donald Trump. "Jika orang-orang berbakat yang berada di Amerika ingin datang ke sini, London terbuka," ujar Khan, dalam wawancara bersama Direktur Google, Sundar Pichai. Khan memastikan laman lembaga imigrasi Inggris tidak akan rusak seperti yang dialami Kanada.
Robert McCaw, Dewan Hubungan Islam Amerika, menilai, jika program NSEERS kembali diberlakukan, hal itu hanya akan mengulang masa lampau. ”Program itu tidak hanya diskriminatif, tapi juga tidak efektif," ujar dia.
Peter Spiro, ahli hukum internasional dari Universitas Temple, menilai kebijakan pendataan warga sangat mengerikan dengan nilai kontra-terorisme nol. ”Tidak bisa mengatakan bahwa ini tidak diskriminatif. Ini hanya bagi warga dari negara-negara tertentu, terutama muslim," kata Spiro. Meski demikian, ucap dia, aturan yang berlaku untuk hukum imigrasi tersebut cukup konstitusional.
INDEPENDENT | VOX | STANDARD | POLITICO | SUKMA LOPPIES
Berita lainnya:
Ahok Tersangka, Megawati Angkat Bicara
Nokia Luncurkan Nokia 216 Seharga Rp 450 Ribu
Sebut Demonstran 411 Dibayar, Ahok Dilaporkan ke Bareskrim
Berita terkait
Donald Trump Memuji Penggerebekan Unjuk Rasa Pro-Palestina oleh Polisi New York
1 hari lalu
Donald Trump memuji polisi New York yang menggerebek unjuk rasa pro-Palestina di Universitas Columbia.
Baca SelengkapnyaTerancam Dipenjara, Trump Dijatuhi Denda Rp146 Juta karena Langgar Perintah Pembungkaman
2 hari lalu
Hakim yang mengawasi persidangan pidana uang tutup mulut Donald Trump mendenda mantan presiden Amerika Serikat itu sebesar US$9.000 atau karena Rp146
Baca SelengkapnyaAktivis Lingkungan Aeshnina ke Kanada Minta Justin Trudeau Hentikan Ekspor Sampah Plastik ke Indonesia
11 hari lalu
Aktivis lingkungan Aeshnina Azzahra Aqilani co Captain Riverin minta PM Kanada Justin Trudeau hentikan impor sampah plastik ke Indonesia.
Baca SelengkapnyaDonald Trump Salahkan Joe Biden atas Serangan Iran ke Israel
18 hari lalu
Donald Trump menilai saat ini adanya kurangnya kepemimpinan Joe Biden hingga membuat Tehran semakin berani
Baca SelengkapnyaTrump Tolak Undangan Zelensky, Menilai Tak Pantas Kunjungi Ukraina
22 hari lalu
Bekas Presiden AS Donald Trump menolak undangan Presiden Volodymyr Zelensky untuk menyambangi Ukraina.
Baca SelengkapnyaBerusia 75 Tahun, NATO Hadapi Sejumlah Ancaman, Termasuk Trump
29 hari lalu
Sekjen NATO mendesak Amerika Serikat tetap bersatu dengan Eropa, meski seandainya Donald Trump kembali berkuasa di Gedung Putih
Baca SelengkapnyaJoe Biden Vs Donald Trump, Dua Lelaki Gaek Berebut Kursi Presiden AS
31 hari lalu
Joe Biden 81 tahun dan Donald Trump 78 tahun akan bertarung di kontestasi pemilihan Presiden AS di usia yang tak lagi muda.
Baca SelengkapnyaTop 3 Dunia: Tanding Ulang Joe Biden vs Donald Trump, Kekecewaan Keturunan Arab di AS
34 hari lalu
Top 3 dunia adalah Joe Biden akan bertanding ulang melawan Donald Trump di Pilpres AS hingga masyarakat Arab di Amerika Serikat kecewa.
Baca SelengkapnyaSaling Serang Calon Presiden AS: Joe Biden Ungkit Pemutih sebagai Obat, Donald Trump: Jika Tak Menang, Demokrasi Berakhir
34 hari lalu
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, menyindir Donald Trump, yang akan menjadi pesaingnya lagi dalam pemilihan presiden AS yang akan datang pada bulan November.
Baca SelengkapnyaTanding Ulang Joe Biden Vs Donald Trump, Begini Sistem Pemilu Presiden di Amerika Serikat
34 hari lalu
Pada pemilihan Presiden AS, Joe Biden akan tanding ulang dengan Donald Trump. Bagaimana sistem pemilu di Amerika Serikat?
Baca Selengkapnya