TEMPO.CO, Jakarta - Pungutan tambahan membebani tenaga kerja Indonesia yang bekerja di Malaysia. Jenis pungutan baru ini telah dikenakan terhadap TKI sejak Desember 2014 dan berlangsung hingga kini. Pungutan tambahan ini lahir dari kebijakan pemerintah Malaysia menyangkut tiga hal: imigrasi, urusan visa satu pintu, dan cek kesehatan tambahan untuk TKI.
Biaya tambahan itu mencapai Rp 1,73 juta per seorang TKI. Biaya tersebut awalnya disepakati menjadi tanggungan majikan di Malaysia. Kenyataannya, agen di Malaysia membebankan pungutan ini kepada calon TKI lewat perusahaan penempatan Indonesia. Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Hermono, mengatakan tak semua majikan di Malaysia mau membayarkan ongkos tambahan itu. “Sehingga agen di Malaysia memotong gaji TKI untuk membayarnya,” kata Hermono di Jakarta, Kamis 4 Mei 2017.
Baca: Presiden Jokowi di Hong Kong, TKI Minta Ditanya Soal Nama Ikan
Sejak pungutan tambahan berlangsung, setidaknya 195 ribu TKI berangkat ke Malaysia. Gaji TKI dipotong hingga Rp 50 ribu per bulan oleh agen dan majikan untuk menanggung pungutan tambahan itu. Perusahaan penempatan di Indonesia, kata Hermono, harus menalangi.
Ketua Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia, Saiful Mashud, mengatakan perusahaan penempatan telah menyetor setidaknya Rp 145 miliar ke Malaysia akibat kebijakan itu. Angka tersebut diperoleh dari 195 ribu TKI yang telah dikirim ke Malaysia sejak 2014 dikalikan biaya tambahan Rp 1,73 juta per TKI. “Kami ikut menanggung rugi,” katanya.
Baca: Bahas RUU Perlindungan TKI, DPR dan Pemerintah Sepakati 7 Isu
Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan, Hery Sudarmanto, mengatakan telah berulang kali memanggil perwakilan Malaysia membahas perihal ini. “Tapi perwakilan Malaysia membatalkan dengan berbagai alasan,” katanya.
Duta Besar Malaysia Zahrain Mohamed Hashim mengatakan biaya tambahan itu sesuai dengan aturan. “Pertemuan bilateral sudah menyetujui biaya ini dibayar majikan,” katanya. “Kalau ada TKI kena bayar oleh agen atau majikan, silakan lapor karena melanggar aturan.”
Baca: Penyebab Urusan TKI Ruwet, Dede Yusuf: Ada Dualisme Kelembagaan
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan pemerintah lemah dalam melindungi hak buruh migran di Malaysia. Sebagai pemasok terbesar TKI ke Malaysia, pemerintah seharusnya bersikap tegas. “Kami sudah punya MoU soal penempatan TKI. Harusnya seluruh biaya mengacu ke sana.”
INDRI MAULIDAR