Barisan Sakit Hati Gempur KPK

Reporter

Editor

Rabu, 21 Juni 2017 06:29 WIB

TEMPO.CO, Jakarta- Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dewan Perwakilan Rakyat menguatkan gempurannya dengan mendirikan Pos Komando Pengaduan Hak Angket KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, sejak Senin lalu. Saluran ini segera dimanfaatkan lawan-lawan komisi antikorupsi tersebut.

Hingga kemarin, tiga aduan telah masuk. Aduan pertama datang dari Albert Tilaar yang menyatakan kecewa terhadap KPK akibat berhentinya pengusutan kasus penyimpangan cost recovery (pengembalian biaya operasi) PT Caltex--kini bernama PT Chevron Pacific Indonesia. Aduan kedua adalah laporan tertulis dari bekas calon pemimpin KPK, yakni Antonius Dieben Robinson Manurung, Edward Effendi Silalahi, dan Roby Arya Brata.

Antonius dan Edward juga pernah mendaftar menjadi calon penasihat KPK. Mereka menuding panitia seleksi calon pimpinan KPK tak adil. Aduan ketiga adalah laporan tertulis dari Islan Hanura dan Jaini, yang menyoalkan tidak adanya kelanjutan dalam kasus suap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan pengaduan itu merupakan masukan bagi KPK. “KPK tidak anti-kritik sepanjang tujuannya baik dan ingin bersama memberantas korupsi,” kata dia. Ia menyarankan agar para pengadu yang merasa kasusnya belum ditindaklanjuti oleh KPK datang langsung ke kantor lembaga itu.

Kekecewaan Albert Tilaar bermula dari laporannya ke KPK perihal PT Caltex yang gagal mengelola proteksi kesehatan pensiunan sejak 2000. Perusahaan asuransi tak mampu lagi membayar klaim yang nilainya Rp 11 miliar, sehingga menerima dana penyelamatan dari Pertamina senilai Rp 41 miliar.


Caltex hanya mengucurkan anggaran senilai Rp 18 miliar dari total dana penyelamatan itu. Sisanya, ia sebutkan, dialihkan ke KPS lain, tapi tak ada kejelasan. Lalu ia melaporkannya ke KPK. “Kasus ini mandek,” kata Albert kepada Tempo, kemarin.


Adapun Antonius D.R. Manurung menuding panitia seleksi calon penasihat KPK tak bekerja sesuai dengan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam seleksi tahap akhir, seharusnya ada delapan calon penasihat KPK yang diumumkan ke publik untuk menerima masukan dari masyarakat. "Tapi yang diumumkan cuma lima," kata Antonius.


Panitia angket ini lahir dari kengototan Komisi Hukum DPR agar KPK membuka rekaman pemeriksaan politikus Hanura, Miryam S. Haryani, dalam perkara korupsi e-KTP. Dalam pemeriksaan, Miryam mengaku ditekan enam anggota Dewan agar mengatakan tidak ada pembagian uang e-KTP. Belakangan, sikap Miryam berubah dan menuding ditekan penyidik KPK untuk mengatakan hal itu.


Miryam merupakan satu dari 17 anggota Dewan periode 2009-2014 yang tersangkut kasus skandal suap proyek e-KTP. Kasus yang diduga merugikan negara Rp 2,3 triliun ini telah masuk persidangan dengan terdakwa dua pejabat Kementerian Dalam Negeri, Sugiharto dan Irman.

NINIS CHAIRUNNISA | HUSSEIN ABRI YUSUF DONGORAN | MAYA AYU PUSPITASARI | AHMAD FAIZ


Advertising
Advertising


KPK

Berita terkait

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

14 jam lalu

Nurul Ghufron Permasalahkan Masa Daluwarsa Kasusnya, Eks Penyidik KPK: Akal-akalan

Eks penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai Nurul Ghufron seharusnya berani hadir di sidang etik Dewas KPK jika merasa tak bersalah

Baca Selengkapnya

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

17 jam lalu

Dugaan Ekspor Nikel Ilegal sebanyak 5,3 Juta Ton ke Cina, KPK: Masih Cari Alat Bukti

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengaku tidak mengetahui ihwal penyidik meminta Bea Cukai untuk paparan dugaan ekspor nikel ilegal ke Cina.

Baca Selengkapnya

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

1 hari lalu

Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Nurul Ghufron Soal Diskusi Mutasi ASN di Kementan

Alexander Marwata mengaku membantu Nurul Ghufron untuk mencarikan nomor telepon pejabat Kementan.

Baca Selengkapnya

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

1 hari lalu

IM57+ Nilai Nurul Ghufron Panik

Nurul Ghufron dinilai panik karena mempermasalahkan prosedur penanganan perkara dugaan pelanggaran etiknya dan menyeret Alexander Marwata.

Baca Selengkapnya

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

1 hari lalu

KPK Bilang Kasus SYL Berpotensi Meluas ke TPPU, Apa Alasannya?

Menurut KPK, keluarga SYL dapat dijerat dengan hukuman TPPU pasif jika dengan sengaja turut menikmati uang hasil kejahatan.

Baca Selengkapnya

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

1 hari lalu

Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir tanpa Alasan, KPK: Praperadilan Tak Hentikan Penyidikan

KPK mengatakan, kuasa hukum Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor seharusnya berperan mendukung kelancaran proses hukum.

Baca Selengkapnya

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

1 hari lalu

Nurul Ghufron Sebut Nama Pimpinan KPK Lainnya Dalam Kasus Mutasi Pegawai Kementan

Nurul Ghufron menyebut peran pimpinan KPK lainnya dalam kasus dugaan pelanggaran kode etik yang menjerat dirinya.

Baca Selengkapnya

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

2 hari lalu

Usai Tak Hadiri Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Gugatan ke PTUN Bentuk Pembelaan

Wakil KPK Nurul Ghufron menilai dirinya menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta bukan bentuk perlawanan, melainkan pembelaan diri.

Baca Selengkapnya

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

2 hari lalu

Ini Alasan Nurul Ghufron Bantu Mutasi ASN Kementan ke Malang Jawa Timur

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron menjelaskan perihal laporan dugaan pelanggaran etik yang ditujukan kepadanya soal mutasi ASN di Kementan.

Baca Selengkapnya

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

2 hari lalu

Tak Hadir Sidang Etik Dewas KPK, Nurul Ghufron Bilang Sengaja Minta Penundaan

Nurul Ghufron mengatakan tak hadir dalam sidang etik Dewas KPK karena sengaja meminta penundaan sidang.

Baca Selengkapnya