Tiru Kasus BG, DPR Minta KPK Tunda Penyidikan Setya Novanto
Reporter
Editor
Rabu, 13 September 2017 11:12 WIB
Ketua DPR Setya Novanto, kembali diperiksa KPK atas dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi yang menyeret pula hakim konstitusi Akil Mochtar dalam Kasus suap ketua MK pada 2014. Setya Novanto diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pencucian uang terkait sengketa pemilihan kepala daerah yang bergulir di Mahkamah Konstitusi. Dok.TEMPO/Aditia Noviansyah
TEMPO.CO, Jakarta-Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat meminta Komisi Pemberantasan Korupsi menunda kelanjutan penyidikan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Setya Novanto hingga pengadilan memutus gugatan praperadilan. “Saudara Setya Novanto memohon kepada pimpinan DPR untuk menyampaikan surat kepada KPK tentang langkah praperadilan dengan penundaan pemeriksaan pemanggilan saudara Setya Novanto,” kata Kepala Biro Pimpinan Sekretariat Jenderal DPR, Hani Tahapsari, di gedung KPK, Selasa, 12 September 2017.
Menurut Hani, pertimbangan DPR meminta penundaan merujuk pada sikap KPK ketika menangani perkara dugaan gratifikasi dengan tersangka mantan Kepala Lembaga Pendidikan Kepolisian RI, Komisaris Jenderal Budi Gunawan—kini Kepala Badan Intelijen Negara dengan pangkat jenderal—pada awal 2015. “Saat itu semua pihak termasuk KPK mau menahan diri menunggu putusan praperadilan,” kata Hani saat membacakan sebagian isi surat.
Setya menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka korupsi e-KTP dengan mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin pekan lalu. Namun sidang perdana yang semula dijadwalkan kemarin ditunda hingga Rabu pekan depan karena perwakilan KPK tak hadir.
Di tengah gugatan, KPK menggeber penyidikan untuk melengkapi bukti keterlibatan korupsi Setya dengan kerugian negara mencapai Rp 2,3 triliun ini. Komisi antikorupsi sedianya memeriksa Setya untuk pertama kalinya sebagai tersangka pada Senin lalu. Namun Ketua Umum Partai Golkar ini tak hadir karena sakit.
Hingga kemarin, penyidik juga melengkapi berkas penyidikan Setya dengan memanggil sejumlah orang, termasuk ajudannya, Corneles Towoliu. Dalam perkara ini, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta telah memvonis bekas pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, masing-masing 7 tahun dan 5 tahun penjara. Pengadilan juga sedang menyidangkan terdakwa lainnya, pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.
Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud Md. menilai permintaan DPR melampaui batas. “Memangnya apa urusan DPR mencampuri urusan KPK dan Setya Novanto?” ujar dia. Mahfud berharap komisi antirasuah tak menggubris surat DPR.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, berpendapat sama. Dia menilai tindakan Dewan intimidatif dan mengganggu proses penegakan hukum karena seolah-olah menghadapkan KPK dan DPR dalam kasus Setya. “Ini malah menunjukkan hubungan dugaan korupsi Setya sebagai individu dan lembaga legislatif,” kata Feri.
Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan penindakan yang dilakukan lembaganya berdasarkan undang-undang. Praperadilan, kata dia, memang hak tersangka Setya Novanto. “Tapi undang-undang tak mengharuskan KPK menunda penyidikan selama praperadilan,” kata Febri, sambil memastikan akan kembali memanggil Setya dalam waktu dekat. BUDIARTI UTAMI PUTRI | MAYA AYU PUSPITASARI | AGOENG WIJAYA