TEMPO.CO, Jakarta -Guru besar Universitas Pasundan Bandung, Rully Indrawan menuturkan koperasi di tahun 2023 ini berada di dalam masa reposisi, di mana ada tiga masalah besar yang memunculkan koperasi bermasalah.
Pertama, kata dia, masalah regulasi yang tidak relevan dengan keadaan. Karena Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian disusun di masa transisi (1987-2007). “Hal itu dimanfaatkan oleh para ‘penjahat’ yang menggunakan label koperasi,” ujar Rully kepada Tempo pada Selasa, 21 Februari 2023.
Masalah kedua adalah lemahnya literasi berkoperasi hampir merata di lingkungan internal koperasi maupun di lembaga-lembaga formal di luarnya. “Masalah ketiga, ketidakberpihakan yang nyata dari pengelola negara terhadap daya hidup koperasi,” ucap mantan Sekretaris Menteri Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah itu.
Beberapa koperasi bermasalah di antaranya Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Utama, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda, KSP Timur Pratama Indonesia. Kemenkop dan UKM menyebutkan delapan koperasi itu menyebabkan nilai kerugian hingga Rp 26 triliun.
Pengamat koperasi yang juga Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan masalah koperasi di Indonesia ini sudah sangat mendasar. Bahkan, levelnya sudah masuk ke masalah paradigma, karena koperasi disalah pahami oleh masyarakat. Dianggap hanya sebagai badan usaha yang sama dengan lembaga bisnis yang lain.
“Padahal koperasi itu lahir memiliki alasan karena berbeda dari model bisnis konvensional,” kata Suroto.
Menurut dia, koperasi lahir awalnya sebagai lawan tanding (counterviling) dari sistem bisnis kapitalis yang bertujuan hanya mengeruk keuntungan (profit oriented) bagi investornya. Sementara, koperasi itu lahir dengan tujuan untuk mengembangkan manfaat (benefit oriented) bagi banyak pihak yang terlibat di dalamnya.
Suroto menilai, masalah mendasar yang sifatnya paradigmatis ini akhirnya juga ciptakan cara berkoperasi yang salah dari masyarakat. Mulai dari pembentukan regulasi dan kebijakan yang tidak sesuai dengan asas kerja, nilai-nilai, serta prinsip koperasi.
“Hal ini dapat dilihat dari munculnya fenomena koperasi bermasalah saat ini. Regulasi dan kebijakan yang tidak sesuai dengan dasar koperasi,” tutur Suroto.