TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menyoroti penempatan pejabat kementerian atau lembaga yang menjadi komisaris di Badan Usaha Milik Negara atau BUMN. Menurut dia, komisaris dari kalangan birokrasi di 106 BUMN mencapai 249 orang atau 51,66 persen.
"Dari birokrasi, juaranya ternyata Kementerian Keuangan. Kemenkeu paling banyak menempatkan pejabatnya di posisi komisaris BUMN sebanyak 44 orang," kata Danang dalam diskusi virtual, Rabu, 16 Juni 2021.
Setelah Kementerian Keuangan, ada Kementerian BUMN dengan 40 orang komisaris di BUMN, Kementerian PUPR 19 orang, Kemenhub 14 orang, dan kementerian lainnya 9 orang atau kurang. "Nanti bisa ditanyakan ke Kemenkeu apakah menempatkan pejabat-pejabat ke posisi komisaris untuk menambah gaji atau untuk kepentingan lain?" ujarnya.
Data Transparency International Indonesia dalam diskusi virtual, Rabu, 16 Juni 2021. Foto: Istimewa
Karena ini, kata dia, pejabat tersebut punya gaji dobel. Mereka mendapat gaji bulanan serta remunerasi dari kementerian dan dari BUMN.
Danang pun mempertanyakan alasan Kementerian BUMN menempatkan pejabat kementerian sebagai komisaris di BUMN. "Kalau untuk pengawasan jadi komisaris, gimana mampu mengawasi dengan efektif kalau dibayar oleh BUMN. Saya kira ini menjadi problem konflik kepentingan," kata dia.
Begitu pula komisaris BUMN dari lembaga lainnya yang berpotensi memicu konflik kepentingan. Contohnya seperti auditor BPKP yang jadi komisaris BUMN.
"Bagaimana dia melakukan audit kalau diminta presiden melakukan audit, jika pejabat-pejabatnya menjadi komisaris BUMN," kata dia.