Pembahasan dilakukan karena model pengelolaan dana pesangon seperti ini sudah dilakukan di negara-negara tetangga. Bob mencontohkan sebuah perusahaan taksi di Singapura. "Karyawan taksi di sana kaya, gak usah demo," ujarnya.
Tapi akhirnya, tak ada kejelasan sampai akhirnya benar-benar ditetapkan dalam Omnibus Law. Kini, Bob pun berharap uang hasil investasi dana idle inilah yang menjadi dana masa depan pekerja, tak hanya bergantung pada pesangon. Sehingga, Labor Management di Indonesia bisa berubah menjadi Wealth Management.
Tak Cuma Pesangon
Aturan pesangon ini hanya satu dari ketentuan yang berubah-ubah setelah ketuk palu DPR. Dalam pengamatan Tempo, perubahan juga sempat terjadi di UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup alias UU PPLH.
Dalam UU PPLH, dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) dinilai oleh Komisi Penilai Amdal. Dalam Omnibus Law draf pertama 905 halaman, penilaian dilakukan oleh tim uji kelayakan yang dibentuk oleh Lembaga Uji Kelayakan Pemerintah Pusat.
Tapi dalam draf versi kedua 1028 halaman, klausul "Lembaga Uji Kelayakan" ini hilang. Hanya tersisa penjelasan kalau uji kelayakan dilakukan oleh pemerintah pusat.
Menariknya, draf kedua ini juga menyelipkan perubahan pasal 23 UU PPLH. Padalah, dalam draf pertama yang 905 halaman, Pasal 23 ini tidak disentuh sama sekali alias tidak pernah ada.
Hingga akhirnya draf keempat yaitu 812 halaman disepakati. Draf terakhir ini kembali mengatur bahwa tim uji kelayakan dibentuk oleh lembaga uji kelayakan pemerintah pusat.
Soal ini, DPR akhirnya memperbaiki penulisannya. Dari semula huruf kapital yaitu "Lembaga Uji Kelayakan" menjadi huruf kecil "lembaga uji kelayakan". Dalam draf terakhir, Pasal 23 yang sempat nongol ini pun akhirnya tak lagi muncul di draf terakhir Omnibus Law 812 halaman, yang diserahkan ke Jokowi.
FAJAR PEBRIANTO | CAESAR AKBAR | GABRIEL ANIN | EGI ADYATAMA
Baca: Omnibus Law, Faisal Basri: Negara Gandeng Pengusaha Mengarah ke Raksasa Zalim