"Uang pesangon sebagaimana dimaksud pada diberikan dengan ketentuan sebagai berikut," demikian bunyi akhir dan terakhir dari Pasal 156 baru UU Ketenagakerjaan yang diubah lewat Omnibus Law.
Tempo mengkonfirmasi hilangnya klausul ini kepada Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), tapi belum ada penjelasan lebih lanjut soal sikap mereka. "Masih kami pelajari," kata juru bicara KSPI Kahar Cahyono saat dihubungi.
Dari 32 Upah Menjadi 25 upah
Semula UU ini disahkan pada 5 Oktober 2020, perubahan juga telah terjadi dalam hal besaran pesangon. UU Ketenagakerjaan memberikan pesangon PHK 32 kali upah. Dalam pembahasan, pemerintah tetap mengusulkan besaran yang sama, tapi dibayarkan secara gotong royong.
Semula 32 kali upah ini ditanggung sepenuhnya oleh pengusaha. Namun dalam usulan pertama pemerintah, pembayaran tetap 32 kali upah. Hanya saja, 23 oleh perusahan dan 9 oleh pemerintah.
Usulan ini sebenarnya siap untuk disepakati. Tapi tiba-tiba terjadi perubahan dua hari sebelum Omnibus Law disahkan di sidang paripurna. Skema pesangon 32 kali upah dipangkas menjadi 25 kali saja.
Mekanisme pembayaran tetap dengan cara gotong royong, tapi kali ini 19 kali upah dibayarkan perusahaan dan 6 kali upah dibayar pemerintah. Sebanyak 6 kali upah dari pemerintah ini dibayarkan lewat BP Jamsostek lewat program baru bernama Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), atau yang di negara lain bernama Unemployment Insurance.
Pemangkasan ini disampaikan oleh Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Elen Setiadi sebagai perwakilan pemerintah, dalam rapat bersama Badan Legislasi atau Baleg DPR pada Sabtu, 3 Oktober 2020. "Dalam perkembangan dan memperhitungkan kondisi pandemi saat ini maka beban tersebut diperhitungkan ulang," katanya.