Kritik Pengamat Soal Visi-Misi Transportasi
Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi atau Instran Deddy Herlambang menilai ketiga kandidat hanya fokus kepada pembangunan infrastruktur yang tampak secara fisik, seperti membangun jalan tol, bandara, dan pelabuhan. Namun, ketiga kandidat sama sekali tidak menyinggung mengenai keselamatan di jalan.
“Angka kecelakaan tiap hari selalu bertambah. Siapapun presidennya jumlah kecelakan di jalan tidak pernah turun. Dari ketiga Paslon itu, belum ada gagasan yang mengurangi kecelakaan,” ujarnya saat dihubungi pada Sabtu, 16 Desember 2023.
Padahal, kata Deddy, kecelakaan di jalan menjadi penyebab kematian kedua paling banyak setelah penyakit jantung. Ia menyebut, terdapat 22 ribu orang yang meninggal akibat kecelakaan per tahunnya. “70 sampai 80 persen dari jumlah itu adalah kecelakaan karena motor.”
Ihwal visi-misi Anies-Muhaimin, Deddy menyebut program yang diberikan hanya berkaca pada DKI Jakarta. Padahal, cara yang bisa diterapkan di DKI Jakarta belum tentu dapat diterapkan di daerah lain. Salah satu yang dikritik adalah gagasan Anies untuk pembangunan kereta api di Kalimantan. Menurutnya, kebijakan itu memerlukan studi lebih lanjut.
“Anies ingin bangun kereta di Kalimantan, demand-nya gimana. Siapa yang mau naik. Kalau di Jabodetabek pasti banyak yang naik. Kalau di Kalimantan siapa yang akan naik?” ujarnya.
Mengenai visi-misi Prabowo-Gibran, Deddy mengkritik janji memberikan kepastian hukum bagi ojek online atau Ojol agar diakui sebagai transportasi umum. Menurutnya, janji tersebut semata-mata menjadikan Ojol sebagai komoditas atau dagangan politik. “Ojol ini kan jumlahnya banyak. Di Jabodetabek saja jumlahnya 1 juta. Bisa dijadikan komoditas politik.”
Deddy menyebut, Ojol tidak dapat diakui sebagai transportasi umum karena pertimbangan keselamatan. Menurutnya, 80 persen kecelakaan di jalan terjadi pada kendaraan roda dua atau motor. Dengan diresmikannya ojol sebagai angkutan umum, resiko keselamatan di jalan semakin besar.
“Itu sama saja kita memaksa mereka untuk bertaruh nyawa di jalan. Apalagi ojol dibiarkan bebas jadi angkutan umum. Belum diresmikan aturannya saja sudah banyak. Apalagi kalau diresmikan aturan, pasti akan lebih banyak lagi.”
Ojol, kata Deddy, bukan transportasi umum karena sifatnya angkutan privat yang hanya bisa menghantar satu penumpang saja. Selain itu, dengan disahkannya Ojol sebagai transportasi umum, sebenarnya akan menambah masalah baru. Angkutan massal seperti kereta, bus, dan angkot akan semakin bersaing dengan Ojol. Segmentasi dari angkutan massal akan terganggu dengan ojol. Apalagi, Prabowo-Gibran berjanji untuk membuat tarif angkutan massal murah. “Kalau yang satu (Ojol) nanti diresmikan, satunya (angkutan umum) dibuat lebih murah, ya malah lebih konflik lagi.”
Mengenai visi-misi Ganjar-Mahfud, Deddy menyebut terlalu normatif. Deddy menilai, Paslon nomor tiga kurang mengelaborasi lebih detail mengenai gagasan di sektor transportasi. “Belum ada gagasan baru yang ditawarkan Ganjar-Mahfud,” ujarnya.
Selain itu, Deddy menilai visi-misi yang diberikan masih berkaca pada transportasi di kota-kota besar, khususnya DKI Jakarta. “Masyarakat di Indonesia kan enggak cuma di Jakarta. Jangan terjebak menjadikan Jakarta sebagai laboratorium transportasi. Di kota-kota lain peru juga jagi laboratorium. Di NTT misalnya, bisa dijadikan laboratorium karena belum ada jalannya.”
Senada dengan Deddy, Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno mengkritik janji ketiga Paslon di sektor transportasi. Mengenai visi-misi Anies-Muhaimin, Djoko menilai pasangan ini terkesan ingin menerapkan transportasi di DKI Jakarta ke daerah lain. Padahal, kata Djoko, ketersediaan anggaran untuk transportasi di DKI Jakarta berbeda jauh dengan daerah lainnya.
“Di Indonesia, hanya ada dua pemerintah daerah yang APBD untuk alokasi ke perhubungan itu sampai 3 persen yaitu DKI Jakarta dan Solo. Daerah lain, alokasi untuk perhubungan itu kurang dari 1 persen. DKI Jakarta bisa mengembangkan transportasi umum karena APBD-nya besar. Sementara daerah lain, bagaimana?” kata Djoko kepada Tempo pada Sabtu, 16 Desember 2023.
Djoko juga mengkritisi program Anies-Muhaimin mengenai angkutan logistik. Pasangan ini menargetkan Logistic Performance Index (LPI) naik dari 3,0 pada 2022 menjadi 3,5 pada 2029. Djoko menyebut, Anies-Muhaimin tidak menjelaskan bagaimana LPI itu bisa naik.
“Anies enggak tahu permasalahan logistik. Logistik itu yang harus diberesin pungutan liar dan oknum aparat. Kalau itu enggak diberesin, enggak akan bisa meningkatkan LPI. 50 persen bisnis angkutan logistik itu punya bekingan oknum. Yang bisa beresin ya presiden dengan Perpres.”
Meski demikian, ia mengapresiasi program Jaklingko yang ia terapkan di DKI Jakarta dan akan diterapkan di skala nasional. Djoko menyebut, program ini memang terbilang sukses di DKI Jakarta. “Dalam hal ini, Anies memang mampu memperkuat dan mengakselerasi program ini,” kata dia.
Mengenai program Prabowo-Gibran, Djoko mengkritisi janji memberikan kepastian hukum bagi ojol sebagai transportasi umum. Selain, bertentangan dengan UU nomor 20 tahun 2009, masalah keselamatan juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan.
Menurutnya, permasalahan ojol yang harus diselesaikan bukan terletak pada regulasinya. “Persoalannya bukan di situ (regulasi). Lebih ke pendapatannya. Percuma dibuat regulasi tapi pendapatan mereka tetap melarat. Lagi pula ojol itu kan banyaknya di kota besar seperti DK Jakarta.”
Sementara itu, ihwal visi-misi Ganjar, ia mengaku tidak memiliki banyak komentar. Sama seperti paslon lainnya, visi-misi Ganjar juga masih berkaca pada kota-kota besar seperti DKI Jakarta. Namun, ia mengapresiasi program 4T Terintegrasi (tempat tinggal, tempat kerja, trotoar, dan transportasi publik). Program ini menurutnya mampu menjawab masalah transportasi. “Tinggal timnya nanti bisa mengelaborasi lebih detail lagi.”
Selanjutnya: Rekam Jejak Anies, Gibran, dan Ganjar Tangani Transportasi...