TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara di Jakarta menjadi sorotan publik belakangan ini. Adapun kontributor utama polusi udara juga menjadi perdebatan.
Pada penelitian lembaga Vital Strategies bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dilakukan pada 2018 dan 2019 menyebutkan asap knalpot kendaraan menjadi kontributor utama polusi di musim hujan (32 hingga 41 persen) maupun kemarau (42 sampai 57 persen). Posisi kedua ditempati oleh pembakaran batu bara (14 persen) pada musim hujan dan pembakaran terbukan (9 persen) pada musim kemarau.
Sementara itu, lembaga Continuum Indef menganalisis perbincangan warganet di Twitter mengenai polusi udara di Jakarta pada 31 Juli hingga 20 Agustus 2023. Ada 44.268 perbincangan mengenai topik itu dari 34.590 akun yang sudah disortir dari akun terindikasi bot maupun buzzer.
Dari jumlah perbincangan tersebut, 9,5 ribu menyebut penyebabnya adalah dari sektor energi, disusul transportasi (3,6 ribu), industri (2 ribu), kebakaran dengan (0,4 ribu), dan kemarau (0,1 ribu).
"Sektor energi yang dimaksud ini merupakan adanya pembangkit listrik yang lokasinya di sekitar Jakarta, dimana pembangkit-pembangkit listrik ini menghasilkan polutan dan karena ada faktor angin, polutan-polutan ini terbawa ke Jakarta dan menyebabkan polusi," kata Data Analyst Continuum Indef, Maisie Sagita, dalam diskusi publik di YouTube Indef, Selasa, 22 Agusus 2023.
Pendiri Kaskus Andrew Darwis sempat membuat cuitan di akun Twitter pribadinya mengenai polusi udara di Jakarta. Dia menilai, pembangkit listrik tenaga uap atau PLTU adalah kontributor utama polusi udara.
"Kontributor utama polusi Jakarta bukanlah kendaraan. Tapi asap dari pembangkit listrik batubara di Banten. Ada pembangkit batubara terbesar asia tenggara yang baru buka disitu. #nahloh," tulis dia di akun @adarwis pada Selasa, 15 Agustus 2023.
Hingga kini, twitnya telah disukai 22,6 ribu pengguna, diposting ulang 9,5 ribu kali, dikutip 1,2 ribu kali, dan ditayangkan kepada 2,4 juta pengguna.
Dalam cuitan itu dia juga mencantumkan gambar pemodelan konsentrasi emisi tiga pencemar (PM 2.5, NO2, dan SO2) dari pembangkit listrik yang terletak di Banten, yakni PLTU Suralaya. Adapun gambar tersebut berdasarkan laporan penelitian Crea pada 2020 lalu bertajuk 'Pencemaran Udara Lintas Batas di Provinsi Jakarta, Banten, dan Jawa Barat'.
"Konsentrasi pencemaran di wilayah paling utara Banten, di mana pabrik Suralaya berada, tetap tinggi secara konsisten, dan berkontribusi terhadap pencemaran udara di Jakarta di semua bulan, dengan dampak tertinggi dari Desember hingga April," tulis Crea dalam laporannya.
Selanjutnya: Benarkah PLTU penyumbang utama polusi...?