Pasalnya, kata dia, bunga utang yang ditanggung cukup mahal yang pada akhirnya hanya akan menambah beban ke konsorsium, pihak yang menanggung bunga utang tinggi tersebut. “Jadi harus dilakukan perencanaan kalau ingin memanjangkan sampai ke Surabaya,” ujar Bhima.
Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana juga menanggapi rencana kereta cepat berlanjut ke Surabaya. “Jakarta-Bandung saja berdarah-darah. Bagaimana kalau nanti mau diperpanjang sampai Surabaya? Pasti jauh lebih berdarah-darah,” ujar Aditya.
Menurut Aditya, yang utamanya perlu diperhitungkan adalah kemampuan Indonesia dalam membangun kereta cepat hingga ke Surabaya. Mulai dari permintaan, kebutuhan, kondisi ekonomi makronya, produk domestik bruto (PDB), pergerakan mobilitas masyarakatnya, tata ruangnya, hingga komposisi modelnya seperti apa.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga saat ini gencar membangun jalan tol hingga bandara kecil di wilayah Jawa. Jika nanti membangun juga kereta cepat ke Surabaya, Aditya mempertanyakan soal optimalisasi penggunaan sepur kilat itu.
“Pemikirannya harus cermat dan panjang. Untuk rute Jakarta-Bandung sebetulnya tidak efektif kalau melayani hanya di daerah itu karena hanya berjarak 142 kilometer,” tutur Aditya. “Pertanyaannya kenapa? Karena satu kecepatan maksimal itu sulit ditempuh karena kalau itu harus berhenti di beberapa stasiun.”
Selain itu, jika hanya Jakarta-Bandung efek terhadap memunculkan wilayah pertumbuhan ekonomi baru hanya mengikuti seberapa jarak jalurnya. Sebetulnya, kata Aditya, kereta cepat yang kompetitif itu dengan jarak perjalanan 200-800 kilometer.
Menurut dia, jika jarak kereta cepat di bawah 200 kilometer, masih harus bersaing dengan kendaraan transportasi darat berbasis jalan tol. Sementara, jika jaraknya di atas 800 kilometer, akan kalah bersaing dengan moda transportasi udara, pesawat.
MOH KHORY ALFARIZI | CAESAR AKBAR
Pilihan Editor: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Gratis Saat Soft Lanching, KCIC: Rute Terbatas Halim-Padalarang