Ia mencontohkan, subsidi tiket MRT dan LRT oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencapai Rp 1 triliun per tahun. Padahal penumpang MRT hanya di kisaran 70 ribu orang per hari, sedangkan LRT hanya di kisaran 2 ribu orang per hari.
Bandingkan dengan subsidi tiket ke PT KAI, baik kereta jarak pendek, kereta jarak jauh, kereta rel diesel (KRD) maupun kereta rel listrik (KRL) di Jabodetabek dan Yogyakarta. “Di mana penumpang KRL Jabodetabek saja mencapai 1,2 juta orang per hari,” ucap Yusuf.
Adapun guru besar transportasi dari Universitas Indonesia, Sutanto Soehodho, menilai temuan BPK itu benar-benar akan menambah beban PT KAI. Karena, tanpa beban tambahan dari proyek kereta cepat pun, perusahaan pelat merah itu sudah memiliki kinerja yang kurang baik dan tetap membutuhkan subsidi. “Lebih berat lagi karena demand atas KCIC masih belum jelas sehingga revenue juga belum jelas,” kata dia.
Agar keuangan PT KAI kuat, Sutanto menyarankan untuk mencari pendapatan horisontal yang bisa diperoleh melalui iklan, pengembangan kawasan, dan produk lainnya. Dengan situasi permintaan yang belum jelas, ditambah lagi potensi kawasan berorientasi transit di stasiun-stasiun kereta cepat juga belum dielaborasi.
“Terbayang di awal operasi KCIC akan membuat buku keuangan PT KAI bleeding. Sehingga tidak ada jalan lain kecuali suntikan dana dari pemerintah, mengingat biaya operasi dan perawatan kereta cepat juga tinggi,” ujar Sutanto.
Belum selesai Jakarta-Bandung, didorong ke Surabaya
Belum selesai proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, pemerintah mulai koar-koar soal rute yang direncakan akan berlanjut hingga Surabaya. Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Pekan lalu, Luhut, bersama Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan beberapa pejabat lainnya menjajal sepur kilat itu.
Luhut mengatakan dirinya akan melapor ke Presiden Joko Widodo alias Jokowi setelah menjajal KCJB dan membahas soal perpanjangan rute ke Surabaya. "Nanti akan kami laporkan ke presiden, preliminary study untuk Bandung sampai ke Surabaya,” ujar dia.
Luhut yang juga memimpin Komite KCJB mengatakan bahwa proyek kereta cepat ini mendatangkan banyak penghematan yang dilakukan. Karena adanya hilirisasi membuat banyak material yang tidak perlu impor dan hanya berasal dari dalam negeri.
“Saya kira ini akan membuat terobosan-terobosan baru di republik ini. Jadi membuat kita bisa nanti mengikuti Cina juga dari belakang, karena mereka sudah jauh lebih maju dari kita. Tapi mereka ingin share juga teknologinya pada kita,” ucap Luhut.
Menanggapi soal rencana perpanjangan jalur sepur kilat, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menuturkan, hal itu harus benar-benar dipikirkan skemanya. Dia meminta agar tidak seperti proyek KCJB. “Nanti akan berdampak juga pada pembengkakan biaya,” tuturnya.
Selanjutnya: Pasalnya, kata dia, bunga utang yang ditanggung ...