TEMPO.CO, Jakarta - Awal Maret 2023, Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker mengeluarkan peraturan terbaru tentang jam kerja dan pengupahan atau upah terhadap karyawan pada perusahaan industri padat karya berorientasi ekspor.
Aturan itu tertuang dalam Permenaker No. 5 tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global yang ditandatangani Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah tertanggal 7 Maret 2023.
Aturan itu terdiri dari 7 bab 13 pasal yang membolehkan industri tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur dan mainan anak yang berorientasi ekspor, menyesuaikan jam kerja bagi pekerjanya dan memberikan upah paling sedikit 75 persen selama enam bulan ke depan dimulai sejak aturan tersebut terbit dan diundangkan.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengungkapkan alasan dikeluarkannya aturan itu guna menyikapi penurunan nilai ekspor nonmigas ke Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Indah mengatakan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Januari-Februari 2022, nilai ekspor Indonesia ke AS masih mampu mencapai 4,96 miliar dolar AS. Namun, pada Januari-Februari 2023 nilainya turun 22,15 persen menjadi 3,86 miliar dolar AS.
Dalam periode sama, nilai ekspor nonmigas ke Uni Eropa turun 11,54 persen dari 3,28 miliar dolar AS menjadi 2,90 miliar dolar AS. "Kita tahu ekspor nonmigas itu padat karya, banyak pekerja buruh bekerja di situ contoh alas kaki, sepatu banyak diproduksi di Indonesia," kata Indah di kantornya seperti dikutip Antara, Jumat, 17 Maret 2023
Menurut Indah, Permenaker 5/2023 ini merupakan instrumen hukum untuk menghindari PHK sepihak oleh perusahaan industri padat karya dengan memanfaatkan dinamika global yang berdampak pada penurunan ekonomi.
"Permenaker ini hadir sebagaimana rambu-rambu supaya jangan semena-mena industri padat karya pakai alasan ekspor menurun, memanfaatkan kesempatan global dengan PHK sepihak," katanya.
Dalam beleid tersebut, Pasal 3 dikatakan kriteria perusahaan industri padat karya tertentu yang boleh mengikuti aturan itu memiliki pekerja paling sedikit 200 orang, persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen, serta produksi bergantung pada permintaan pesanan dari negara Amerika Serikat dan negara-negara di benua Eropa.
“Agar tidak terjadi dampak yang tidak kita inginkan seperti Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka industri padat karya sesuai kriteria-kriteria tersebut dapat melakukan pembatasan kegiatan usaha dengan menyesuaikan waktu kerja dan pembayaran upah,” katanya.