Selain di Bekasi, sebetulnya Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyyah tersebar di wilayah lain. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Hengki Haryadi mengatakan, Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyah ada di 25 provinsi. Data ini diperoleh setelah dirinya mulai menangkap para petinggi Khilafatul Muslimin, mulai awal Juni 2022, termasuk Abdul Qodir Hasan Baraja yang disebut sebagai khalifah ke-105.
Hengki menyebutkan, lokasi pesantren ini diantaranya ada di Aceh, Solok/Padang, Bengkulu, Mesuji Lampung, Bandar Lampung, Margodadi Lampung Selatan, Pekayon Bekasi, Sukabumi, Parakan Lima Karawang, Wonogiri Jawa Pacet-Mojokerto, Panajam Borneo/Kalimantan Timur, Malawa Sulawesi Selatan, Sorong Papua Barat, Bima NTB, Dompu NTB, Mapin Sumbawa NTB, dan Talewang NTB.
Hengki menjelaskan kurikulum pesanrren diatur oleh murabbi untuk masing-masing pimpinan pondok pesantren. Pimpinan pesantren itu dalam struktur organisasi Khilafarul Muslimin yang setara dengan Menteri Pendidikan.
Kurikulum pendidikan yang dibuat mereka berbasiskan khilafah dan tak pernah mengajarkan Pancasila maupum UUD 1945. Mereka juga diajarkan hanya taat kepada kholifah sedangkan kepada pemerintah Indonesia tidak wajib. Diajarkan juga bahwa sistem pemerintahan yang dikenal adalah khilafah dan diluar itu diajarkan sebagai sistem thogut, atau buatan setan maupun iblis.
"Semua lembaga pendidikannya tidak mengacu kepada perundang-undangan nasional. Apakah itu UU Sisdiknas maupun UU Pesantren. Memang dalam UU tersebut mewajibkan berazaskan Pancasila dan UUD 1945," kata Hengki.
Karena itu, walapun telah dinamakan Pondok Pesantren Ukhuwwah Islamiyah, Kementerian Agama tak mau mengakuinya sebagai lembaga pendidikan yang dinaungi Khilafatul Muslimin itu sebagai sebuah pesantren. Selain karena tak berizin, Kementeriang Agama menganggap sistem pendidikan Ukhuwwah Islamiyyah itu bertentangan dengan Undang-undang (UU) Pesantren.
Selanjutnya, lembaga pendidikan Khilafatul Muslimin tak terdaftar di Kemendikbud