Menyitir PP Nomor 36 tahun 2021, Mirah mengatakan kenaikan UMP 2022 tertinggi adalah di DKI Jakarta menjadi sebesar Rp 4.453.724 dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp 4.416.186,548 atau naik sebesar Rp 37.538.
Sedangkan kenaikan terendah UMP tahun 2022 adalah di Jawa Tengah menjadi sebesar Rp 1.813.011, atau hanya naik sebesar Rp 14.032 dibanding UMP tahun 2021 sebesar Rp 1.798.979,00.
"Artinya dengan kenaikan UMP tahun 2022 tertinggi hanya sebesar Rp 37.538 dan kenaikan terendah adalah hanya naik Rp 14.032, ini sangat memalukan di tengah kondisi rakyat yang semakin sulit dan daya beli masyarakat yang semakin rendah. Rakyat dipaksa untuk terus miskin," kata Mirah.
Padahal, pada 2020, kata Mirah, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah memutuskan untuk tidak menaikkan upah minimum tahun 2021, dengan hanya berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor 11/HK04/X/2020 tentang Penetapan Upah Minimum tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19.
Sorotan mengenai rata-rata kenaikan upah minimum provinsi tak hanya datang dari kalangan pekerja. Pakar ketenagakerjaan dari Universitas Gajah Mada, Tadjuddin Noer Effendi mengatakan kenaikan upah minimum provinsi dengan rata-rata 1,09 persen itu sangat tidak layak.
"Menurut saya ini jangan-jangan terendah sepanjang sejarah, kenaikan upah minimum buruh. Kalau kita buka kok rasanya belum pernah sekitar 1 persen. Kalau upah minimum di Jogja Rp 1,4 juta, naiknya cuma Rp 14 ribu ya. Kalau di Jakarta Rp 4,5 juta, berarti kenaikan Ro 45 ribu. menurut hemat saya itu sangat tidak layak," ujar dia.
Upah minimum, kata Tadjuddin, seharusnya menjadi pengaman sosial agar pekerja tidak jatuh miskin. Sehingga, dalam menetapkannya, pemerintah harus menetapkan garis kemiskinan. Selanjutnya, memasukkan pula inflasi dan pertumbuhan ekonomi, serta rata-rata konsumsi, rata-rata anggota rumah tangga, dan anggota rumah tangga yang bekerja.
"Kalau pakai itu tidak akan mungkin hanya satu persen," ujar Tadjuddin.