Setali tiga uang dengan Piter, Ekonom senior dari Indef, Drajad Wibowo, menilai langkah pemerintah untuk menerbitkan Perpu Reformasi Sistem Keuangan tak logis. Menurut dia, aturan ini malah bakal menciptakan diktator di bidang fiskal dan moneter. Artinya, mekanisme kontrol dari aparatur hukum dan lembaga legislatif nihil.
Drajad menilai pemerintah panik menghadapi situasi krisis. “Kalau pemerintah jadi menerbitkan Perpu Reformasi Sistem Keuangan, akan memberikan kesan bahwa pemerintah sedang bingung dan panik menghadapi krisis,” ujar Drajad.
Mantan anggota DPR dari Fraksi PAN itu menyatakan penerbitan aturan justru akan membahayakan kondisi moneter dan keuangan. Musababnya, menurut dia, tidak ada satu negara pun yang merombak sistem otoritas moneter dan keuangan di tengah krisis karena pandemi.
Drajad menyebut negara-negara dengan kontraksi pertumbuhan ekonomi yang cukup dalam pun tetap konsisten dengan sistem keuangannya, seperti Singapura, Malaysia, Australia, Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Selandia Baru, Kanada, dan Cina. Inggris, tutur dia, pernah merombak sistem keuangannya. Namun, kebijakan tersebut dilakukan pada 2013, yakni kala negara tidak sedang mengalami goncangan.
Dengan demikian, ia memandang perombangan sistem keuangan bukan termasuk kategori international best practice. “Malah kalau membaca rancangan awal desain perpu, independensi otoritas moneter akan dipangkas. Independensi otoritas moneter keuangan international best practice,” ucapnya.
Drajad menilai, semestinya di tengah krisis, pemerintah bukan mengambil jalan merancang perpu sebagai solusi . Melainkan penguatan lembaga-lembaga keuangan seperti Lembaga Penjamin Simpanan atau LPS. Dia juga mendorong pemerintah merampingkan proses perampingan bank-bank bermasalah.