TEMPO.CO, Jakarta - Effendi Gazali berulang-ulang mengucapkan kalimat yang sama di depan peserta diskusi soal lobster di lantai I gedung Minabahari III, kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan, Rabu, 19 Februari 2020. Isi kalimatnya: "Bu Susi (Susi Pudjiastuti), kami masih menunggu."
Ketua Komisi Pemangku Kepentingan dan Konsultasi Publik KKP itu mengajak Susi berdiskusi secara terbuka untuk membahas pelonggaran ekspor bibit lobster dan kondisi habitatnya saat ini. Effendi mengatakan telah melayangkan surat terbuka melalui Twitter.
Diskusi publik yang bertajuk "Lobster, Antara Apa Adanya dan Ada Apanya" tersebut sejatinya merupakan buntut dari adu pendapat antara Effendi dan Susi. Pada pekan lalu, keduanya terlibat twit-war atau perang cuitan di media sosial.
Mengakui mengantongi data valid, Effendi menjelaskan bahwa kondisi bibit lobster terkini di Indonesia jauh dari ancaman kepunahan. Ia menyebut, saat ini jumlah telur lobster telah mencapai 26,9 miliar ekor per tahun. Sementara itu, larva lobster berjumlah 24,7 miliar ekor per tahun dan yang menjadi benih sekitar 12,3 miliar per tahun. "Punah dari sebelah mana?" kata Effendi.
Melalui aku Twitter-nya, Susi Pudjiastuti menyahut. Ia mengakui berduka atas ungkapan Effendi.
"Keilmuan tinggi seorang guru besar Doctor dalam menjustifikasi / memperlihatkan/ meninggikan/ membenarkan Ignorances untuk pembenaran Ekspor Bibit Lobster. Saya tidak berilmu dan saya berduka," tutur Susi.
Tempo telah menghubungi Susi untuk menanyakan lebih lanjut terkait diskusi dan kebijakan-kebijakan KKP yang dikritik Susi. Namun, hingga berita ini ditulis, Susi belum memberikan jawabannya.
Via akun media sosialnya Desember lalu, Susi menilai hasil ekspor benur tidak sepadan dengan resiko kerusakan ekosistem. Pasalnya, ekspor benur dalam jumlah besar mengancam kelangsungan hidup lobster di habitatnya.