Seteru perkara lobster antara Susi dan menteri penggantinya, Edhy Prabowo, telah bergulir sejak akhir tahun lalu. Edhy mulanya menyatakan niatnya untuk merevisi Peraturan Menteri Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan Pengeluaran Lobster, Kepiting, dan Ranjungan dari Indonesia.
Salah satu poin revisi itu ialah membuka keran ekspor bibit lobster yang sempat dilarang pada masa Susi. Alasannya untuk mencapai nilai tambah di level petani.
Guna melancarkan niatnya, Edhy mengangkat tim bayangan bernama KP2 KKP yang diketuai Effendi. Tim itu akan mengkaji revisi-revisi peraturan menteri sekaligus mengkomunikasikan rencana kebijakan baru dengan stakeholder, nelayan, dan masyarakat luas.
Effendi mengatakan tim telah menggelar diskusi selama beberapa kali. Bahkan, sebuah diskusi yang menghadirkan nelayan hingga pengusaha berlangsung hingga 11 jam. Dari diskusi itu, tim merangkum permintaan terkait revisi peraturan menteri dan kemungkinan budidaya serta ekspor bibit lobster menjadi sebuah kajian.
Menurut Effendi, hasil kajian itu memuat syarat-syarat yang harus dipatuhi kementerian bila ingin membuka ekspor bibit lobster. Pertama, KKP harus memastikan adanya pembentukan hatchery atau tempat penetasan lobster.
Kementerian, kata dia, setidaknya akan mengimitasi teknologi hingga cara kerja tempat penetasan lobster dari Australia. Untuk memastikan pembentukan hatchery ini, KKP juga mesti meneken nota kesepahaman dengan calon pembudidaya.
"Kita setidaknya akan punya MoU dulu terkait hatchery," katanya.
Selanjutnya, KKP akan membuka kebijakan budidaya lobster, kepiting, dan ranjungan dalam revisi aturan itu. Dalam beleid itu akan diatur mekanisme terkait pihak-pihak yang boleh mengambil bibit lobster untuk budidaya dan besaran bibit yang bisa diambil untuk dikembangkan.