Ekonom yang juga Direktur Indonesia Development and Islamic Studies (IDEAS), Yusuf Wibisono mencatat evaluasi dari PSN era Presiden Jokowi. “Evaluasi terpending menurut saya adalah rendahnya dampak PSN terhadap perekonomian,” ujar dia kepada Tempo, kemarin.
Rendahnya dampak PSN terjadi karena tidak mampu mendorong kenaikan kualitas belanja modal dan efisiensi penggunaan kapital dalam perekonomian. Rendahnya kualitas belanja modal, kata dia, secara jelas tercermin dalam angka incremental capital output ratio (ICOR)—angka rasio investasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), indikator makro dari tingkat efisiensi suatu perekonomian—yang semakin tinggi di era Presiden Jokowi.
ICOR yang tinggi, menurut Yusuf, mengindikasikan rendahnya efisiensi penggunaan kapital dalam pembangunan. Di era orde baru, sebelum krisis 1997, ICOR Indonesia hanya di kisaran 4. Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), ICOR meningkat menjadi kisaran 5. Kini di era Presiden Jokowi ICOR memburuk menjadi di kisaran 6,5.
“Hal ini yang menjelaskan mengapa pertumbuhan ekonomi Indonesia kini stagnan di kisaran 5 persen,” ucap Yusuf. “Meski saat ini sedang berada di masa bonus demografi dan pembangunan infrastruktur dilaksanakan sangat masif.”
Dengan pangsa investasi di kisaran 30 persen dari PDB, era orde baru menghasilkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 7-8 persen karena ICOR hanya 4. Sedangkan saat ini dengan pangsa investasi yang serupa di kisaran 30 persen dari PDB, hanya mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi 4-5 persen karena ICOR kita saat ini 6,5.
“ICOR era Presiden Jokowi yang sangat tinggi banyak disumbang oleh rendahnya kualitas pembangunan infrastruktur terutama PSN,” tutur Yusuf.
Pembangunan infrastruktur era Presiden Jokowi, menurut dia, sangat masif, namun terlihat jelas adanya trade-off antara kuantitas dan kualitas dari infrastruktur yang dibangun. Fokus yang berlebihan pada upaya mengejar target jumlah proyek infrastruktur, terutama PSN, membuat kualitas proyek seringkali rendah.
Senada dengan Yusuf, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menyinggung angka ICOR yang menggambarkan kegagalan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Menurut Bhima, nilai ICOR itu menunjukkan bahwa keberadaan PSN tidak bisa membawa efisiensi dalam investasi.
“Biaya investasi di Indonesia semakin mahal, semakin kehilangan daya saing, ini juga menjelaskan permasalahan,” ucap Bhima.
Selain itu Bhima juga mencatat bahwa PSN selama 9 tahun era Presiden Jokowi banyak bermasalah. Jika dilihat dari sisi makro, kata dia, tidak ada korelasi antara infrastruktur atau PSN yang dibangun dengan industrialiasi.
Menurut dia, tujuan dari infrastruktur itu seharusnya bisa mendorong laju industrialisasi. Namun, yang terjadi adalah porsi industri pengolahan terhadap PDB itu kembali lagi ke 31 tahun lalu, jadi porsinya di bawah 20 persen dari PDB. “Ini kan susah,” kata dia.
Infrastruktur yang dibangun ternyata tidak mendorong industrialisasi. Selain itu juga tidak mendorong pelaku usaha mendapatkan bahan baku yang lebih terjangkau, bahkan banyak infrastruktur yang tidak terkait dengan logistik. Catatan lain dari Bhima adalah keberadaan PSN khususnya pembangunan infrastruktur yang masif tidak mampu menurunkan biaya logistik.