Indah pun menggarisbawahi ketentuan UMP ini hanya berlaku bagi pekerja dengan masa jabatan di bawah satu tahun, sehingga kenaikannya sangat tipis. Dia menyebutkan dari sekitar 50 juta total pekerja formal, sekitar 3,8 persen atau 1,9 juta di antaranya merupakan pekerja dengan masa kerja di bawah 1 tahun yang berhak mendapatkan gaji sebesar UMP.
Menurut Indah, setiap kepala daerah memiliki alasan masing-masing dalam menetapkan UMP tersebut. Namun, ia menekankan tujuan penetapan UMP hanya untuk menjaga supaya para pekerja dengan masa kerja di bawah satu tahun tidak terjebak dalam kemiskinan karena dibayar upah murah.
Sedangkan kenaikan upah bagi pekerja yang masa kerjanya sudah di atas 1 tahun, ujarnya, harus ditetapkan sesuai dengan hasil kerja, produktivitas, dan kemampuan perusahaan. Dengan demikian, menurut dia, kenaikan upah pada pekerja dengan masa kerja di atas satu tahun akan lebih signifikan.
Tetapi, ia mengatakan pemerintah tak mengatur atau tidak memiliki regulasi dalam penetapan upah bagi pekerja dengan masa kerja di atas 1 tahun. Keputusan ini, ucap Indah, dirundingkan secara tripatrit yakni bersama pihak perusahaan dan setrikat pekerja atau buruh.
Kendati demikian, formula yang ditetapkan pemerintah dinilai dapat membuat upah riil menurun. Direktur Institut for Demographic and Poverty Studies Yusuf Wibisono menilai bilangan alfa seharusnya bisa semakin tinggi jika suatu industri bersifat padat karya. Tetapi, kenaikannya rendah karena terhambat pada patokan rentang alfa 0,1-0,3 yang ditetapkan pemerintah.
Walhasil, menurutnya, kenaikan UMP akan selalu konservatif. Ia berpendapat, seharusnya rentang alfa yang adil bagi pekerja dan dunia usaha adalah 0,4-0,7.
Pemerintah memandang rendah kontribusi pekerja