Selain itu, pelapor itu menyampaikan adanya kejanggalan dalam proses impor bawang putih. Antara lain, terdapat disparitas antara harga post border dengan harga jual importir yang jauh berbeda, yakni Rp 7.000 per kilogram. Ia menyebutkan nilai bawang putih di pelabuhan sekitar Rp 18.000 per kilogram, namun harga jual importir saat ini sekitar Rp 25.000 per kilogram.
Pelapor menduga permasalahan yang dialaminya disebabkan oleh permainan Menteri Perdagangan dan pegawai Kementerian Perdagangan dengan inisial SA. Akan tetapi, Yeka menggarisbawahi pendapat Ombudsman tidak sesuai dengan keterangan pelapor.
Ombudsman berkesimpulan kewenangan penerbitan SPI berada di tangan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan atas nama Menteri Perdagangan. Ombudsman merujuk pada Pasal 49 ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan juncto Pasal 8 ayat (1) Permendag Nomor 20/2021 jo Permendag Nomor 25/2022 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Yeka menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 angka 23 juncto Pasal 13 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, bahwa delegasi adalah pelimpahan Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih tinggi kepada Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang lebih rendah dengan tanggung jawab dan tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada penerima delegasi.
Karena itu, Ombudsman berpendapat semua persyaratan pendelegasian wewenang tersebut telah terpenuhi. Dengan begitu, Ombudsman menyatakan Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan berkedudukan sebagai terlapor dan telah melakukan praktik maladministrasi.
Sementara itu, berdasarkan laporan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Budi Santoso kepada Ombudsman, SPI tersebut tak kunjung diterbitkan lantaran Zulkifli Hasan belum memberikan restu. Meskipun seperti diketahui, kewenangan penerbitan SPI berada di tangan Dirjen Perdagangan Luar Negeri.
Pusbarindo mengirimkan surat tiga kali ke Kemendag