Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menilai penyaluran bansos secara masif di akhir masa jabatan Presiden Jokowi dinilai wajar. “Ya setiap presiden semua begitu, zaman (Presiden) SBY juga begitu,” kata Ujang saat dihubungi, Kamis, 26 Oktober 2023.
Ujang menjelaskan pemerintah baik pusat maupun daerah memiliki kecenderungan menggenjot pemberian bantuan kepada masyarakat menjelang Pemilu.
Selain memang untuk membantu masyarakat, hal tersebut juga akan memberikan efek positif bagi pemerintah itu sendiri dengan memberikan citra positif. “Makanya kan di daerah tingkat kepuasan masyarakat terhadap Presiden Jokowi tinggi,” kata dia.
Menurutnya, hal tersebut merupakan strategi yang umum dilakukan, bahkan oleh presiden-presiden sebelum Jokowi. Ia pun menyebutkan bahwa langkah Jokowi menggenjot pemberian bansos jelang akhir masa pemerintahannya ini tidak ada hubungannya dengan sang putra sulung, Gibran Rakabuming yang kini maju sebagai cawapres.
“Ini terkait dengan Pak Jokowi saja yang kelihatannya ingin masyarakat kecil penerima bansos itu happy, di saat yang sama Pak Jokowi bisa menjaga efek positif kepuasan di mata masyarakat agar tetap tinggi,” ujar Ujang.
Hal senada juga diungkapkan oleh ekonom senior Didik Junaidi Rachbini. Menurutnya, semua penguasa akan mempunyai kecenderungan atau mengarah kepada menjaga kekuasaannya.
“Jadi, menjawab pertanyaan itu sudah pasti untuk kekuasaannya,” kata Didik melalui pesan singkatnya, Rabu.
Ia menjelaskan perilaku atau behaviour politisi atau penguasa secara teoritis selalu berusaha memaksimumkan anggaran (budget maximizer theory). Hal ini dilakukan untuk memperbesar atau memperpanjang kekuasaanya. “Baik dalam keadaan normal atau pun masa pilpres sekarang,” ujarnya.
Menurutnya, sah atau tidaknya kebijakan tersebut kembali lagi pada keputusan di DPR. “Sekarang hal seperti itu atau kebijakan tersebut bagus atau tidak, boleh atau tidak, yang demokrasi di DPR badan anggaran, Komisi XI. Kalau DPR mengatakan tidak boleh karena melanggar pagu atau takut disalahgunakan, ya kebijakan itu tidak jalan,” kata Didik.