TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah terus mengupayakan relokasi warga Rempang di Kepulauan Riau imbas ambisi proyek investasi Rempang Eco City. Ombudsman RI menemukan sejumlah masalah dalam penanganannya. Bisakah pemindahan warga berjalan damai?
Zubri, seorang warga Kampung Sembulang mengatakan akan tetap bertahan di kampung halamannya. "Ini bukan soal material, ini masalah tanah kampung itulah yang disebut marwah melayu, kami tetap bertahan" kata dia pada Tempo, Selasa, 26 September.
Setidaknya ada 700 keluarga lebih di Pulau Rempang yang akan direlokasi, terdiri dari lima kampung yaitu Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung, Sembulang Pasir Merah, dan Blongkeng. Menurut data Badan Pengusahaan Batam per 27 September 2023, warga sudah mendaftar berjumlah 317 KK dan sebanyak 467 tengah berkonsultasi.
Sebanyak tiga keluarga sudah mulai pindah ke rumah relokasi sementara pada Selasa kemarin. Proses perpindahan tiga keluarga itu berlangsung pada Senin siang dibantu BP Batam. BP Batam mengaku telah menyerahkan uang sewa senilai Rp 1,2 juta per orang untuk tiga bulan kedepan kepada keluarga yang telah pindah.
Ombudsman RI mengungkapkan hasil temuan sementara atas penanganan masalah proyek Rempang Eco City. Temuan itu salah satunya tidak ada kesempatan dialog antara warga Rempang dengan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia saat mengunjungi pulai itu beberapa waktu lalu. Bahlil, menurut temuan Ombudsman, hanya bertemu dengan perwakilan warga yang menyetujui relokasi.
"Ketika (warga yang lain) mau menyatakan pendapat, Bahlil sudah pergi," kata Widijantoro dalam konferensi pers di kantornya di Jalan Rasuna Said, Jakarta pada Rabu, 27 September 2023.
Warga Rempang sulit memperoleh pasokan pangan