Kendati demikian, langkah penyitaan aset perusahaan tersangka korupsi minyak goreng ini dinilai belum transparan. Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo menuturkan penyitaan aset merupakan langkah yang baik, namun harus dipastikan imbasnya terhadap operasional perusahaan tersebut.
Menurutnya, sampai saat ini publik tidak mengetahui imbas dampak dari penyitaan yang dilakukan oleh Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu. Lantas, publik tidak bisa memastikan apakah upaya tersebut berhasil membuat perusahaan jera.
Karena itu, Achmad menyoroti soal pengawasan terhadap aset yang telah disita itu. Ia mempertanyakan apakah penyitaan aset tanah atau perkebunan membuat produksi berhenti atau justru berjalan seperti biasanya. Lalu apakah gedung yang disita masih beroperasi menjalankan operasional bisnis atau tidak.
"Jadi kata-kata penyitaan ini betul-betul bermakna bukan jadi hanya menyenangkan publik saja," ucap Achmad.
Lebih lanjut, Greenpeace Indonesia berharap perampasan aset tersangka korporasi kasus korupsi minyak goreng ini dapat betul-betul menjadi momentum pemulihan kerugian negara. Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik berujar Kejaksaan Agung harus memastikan para tersangka korporasi ini membayar sesuai dengan kerugian negara yang mereka sebabkan.
Mengingat rumitnya struktur perusahaan yang menjadi tersangka korporasi itu, Greenpeace mendorong Kejaksaan Agung untuk menerapkan pendekatan pidana pencucian uang. Hal ini perlu dilakukan untuk menutup celah penghindaran lewat berbagai skema aksi korporasi.
Ketua Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia. Arie Rompas mengatakan Pengungkapan kasus korupsi dalam penerbitan dokumen ekspor ini membuka kotak pandora sengkarut pengelolaan sawit. Dia berujar, masih segar di ingatan publik betapa sulitnya memperoleh minyak goreng pada akhir 2021 hingga 2022.
Bahkan, menurutnya, dampak kejadian itu masih terasa sampai sekarang, yakni harga minyak goreng tidak pernah kembali ke harga sebelum terjadinya kelangkaan. Karena itu, ia menilai pemerintah mesti serius membenahi tata kelola sawit Indonesia, salah satunya dengan kembali memberlakukan moratorium pemberian izin.
Dia juga mendesak pemerintah agar melakukan audit korporasi sawit secara transparan. Desakan ini juga sudah berkali-kali disampaikan kelompok masyarakat sipil, termasuk lewat gugatan kelangkaan minyak goreng terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.