Kontribusi Pajak dari Crazy Rich
Prianto Budi Saptono memaparkan, jika kriteria HWI di Indonesia menggunakan batasan minimal penghasilan kena pajak (taxable income) Rp5 miliar, maka jumlah HWI diproyeksikan akan bertambah signifikan.
Pasalnya, penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar dapat diperoleh dari perluasan objek PPh berupa imbalan natura dan/atau kenikmatan. “Dengan demikian, intensifikasi dan ekstensifikasi PPh untuk crazy rich menjadi esensial untuk peningkatan potensi penerimaan pajak,” terangnya.
Jika dilihat dari kontribusi penerimaan pajak terhadap APBN 2023, penerimaan pajak dari crazy rich akan berada di sektor PPh 21 dan PPh OP yang berada di kisaran 12,2 persen.
Angka 12,2 persen tersebut mencakup penerimaan PPh dari WPOP crazy rich dan non-crazy rich.
Dengan kata lain, jika target penerimaan pajak 2023 ada di angka Rp 2.021,22 triliun menurut UU APBN 2023, proporsi penerimaan pajak dari crazy rich diproyeksikan tidak akan lebih dari Rp246,6 triliun (12,2 persen x Rp 2.021,22 triliun).
Komite Kepatuhan Wajib Pajak
Usai ramai tentang satgas khusus mengawasi HWI, Direktorat Jenderal Pajak kini membantah pihaknya membentuk satgas tersebut.
Dirjen Pajak Suryo Utomo menjelaskan pihaknya tidak pernah membentuk satuan tugas (satgas) khusus untuk mengawasi kepatuhan wajib pajak kaya raya atau high wealth individual (HWI), melainkan membentuk komite kepatuhan wajib pajak yang bertujuan untuk mengawasi pengelolaan risiko kepatuhan atau compliance risk management (CRM).
"Kalau dikatakan ada satgas yang mengelola HWI, itu tidak benar. Yang benar adalah kami membangun cara kami bekerja yang konsisten ke depan melalui komite kepatuhan," kata Suryo dalam acara saat media briefing di Kantor Ditjen Pajak, Jakarta, Kamis, 6 Juli 2023.
Ia menyebut, HWI merupakan salah satu kelompok wajib pajak yang diawasi oleh komite kepatuhan wajib pajak. Meski demikian, kelompok HWI bukanlah satu-satunya yang akan diawasi oleh komite kepatuhan wajib pajak ini.
Suryo memaparkan, selain HWI, Ditjen Pajak juga akan mengawasi kelompok wajib pajak berbasis sektoral yang bergerak pada waktu dan kondisi ekonomi tertentu, seperti sektor pertambangan atau perkebunan.
Lebih lanjut, Suryo mengatakan bahwa pembentukan komite kepatuhan wajib pajak ini bermula dari rencana Ditjen Pajak untuk mengimplementasikan sistem inti administrasi perpajakan baru atau core tax administration system yang ditargetkan siap 2024 mendatang.
Dalam sistem tersebut, Ditjen Pajak akan mengoperasikan bisnis utama melalui sistem berbasis data dan informasi perpajakan. Mulai dari pelayanan, penyuluhan, pengawasan, pemeriksaan, penegakan hukum, hingga penagihan.
Sedangkan dalam hal pemeriksaan, core tax system tersebut akan memprioritaskan pemeriksaan terhadap wajib pajak dengan profil risiko tinggi.
Pilihan Editor: Terpopuler: Sri Mulyani Tetapkan Pajak Natura Pengamat Sebut untuk Orang Kaya, Respons OJK soal 256 Rekening Panji Gumilang Al Zaytun