TEMPO.CO, Jakarta - Pada 29 Agustus 2005 Washington Times menyebut Pondok Pesantren Al Zaytun sebagai the largest Islamic madrasah in Southeast Asia atau madrasah terbesar di Asia Tenggara.
Bukan sebutan sembarang, sebab Al Zaytun yang berdiri pada 1994 di atas lahan seluas 1.200 hektar, memiliki 7.000 santri dan peserta didik. Pondok Pesantren Al Zaytun juga menerima legitimasi setelah diresmikan presiden Indonesia Ke-3, BJ Habibie, pada 27 Agustus 1999.
Namun kini Al Zaytun, terutama pengasuhnya, Panji Gumilang, masuk radar aparat penegak hukum. Pasalnya, pondok pesantren yang berlokasi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ini mengundang sejumlah kontroversi.
Sekolah yang fokus pada pendidikan Islami ini dipimpin oleh Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang. Dia juga merupakan pendiri Yayasan Pesantren Indonesia yang menaungi Ponpes Al Zaytun. Sebelum menjadi pemimpin Al Zaytun, Panji Gumilang pernah menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor. Ia juga aktif di organisasi alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pernah mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa oleh International Management Centres Association, Revans University yang berbasis di Buckingham, Inggris.
Pada Kamis 15 Juni 2023, Al Zaytun digeruduk massa dari Forum Indramayu Menggugat. Aksi demo ini dilakukan untuk menuntut lima hal, salah satunya adalah dugaan ajaran sesat yang terjadi di Ponpes Al Zaytun. Jika tuntutan tersebut tidak direspons, Forum Indramayu berjanji akan mengerahkan jumlah massa yang lebih besar.
Aksi ini dipicu bola salju kontroversi Panji Gumilang dalam dua bulan terakhir di media sosial. Pondok pesantren itu dianggap mengajarkan ajaran yang tidak lazim kepada santri-santrinya.
Sejumlah kontroversi
Lebaran 2023 lalu, lini massa dihebohkan dengan tata cara salat Idul Fitri 1444 Hijriah oleh jemaah ponpes Al Zaytun. Pasalnya, dalam barisan atau saf terlihat jemaah di Ponpes Alzaytun, pria dan wanita bercampur. Dokumentasi itu diunggah akun Instagram @kepanitiaanalzaytun pada 22 April 2023.
Setelah video itu viral, Panji Gumilang mengatakan praktik tersebut bermazhab kepada Presiden Pertama RI Sukarno atau Bung Karno. Menurut dia, jemaah perempuan dibebaskan untuk mengambil saf depan di belakang imam salat.
Panji juga mengatakan Ponpesnya akan menampilkan perempuan untuk menjadi khatib pada salat Jumat. Panji bahkan menceritakan percakapan imajinernya dengan Bung Karno terkait aturan itu. Dalam percakapannya, dia mengaku ditegur Bung Karno karena mengambil langkah tersebut. Panji pun menjawab, “Bung mengatakan agama itu adalah rasional. Siapa yang tidak rasional bukan beragama. Bung ingat bahwa Bung mengucapkan merdeka. Aku tambah merdeka ruh, merdeka pikir.”
Majelis Ulama Indonesia pernah meneliti Ponpes Al Zaytun pada 2002 dan menemukan 5 hal. Temuan itu di antaranya, adanya relasi dan afiliasi antara Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX, baik hubungan yang bersifat historis, finansial, dan kepemimpinan. MUI juga menemukan adanya penyelewengan pada penafsiran Al Quran hingga masalah zakat fitrah. MUI berkesimpulan, semua problem itu bermuara pada sosok Panji Gumilang yang kontroversial.