Tidak Hanya di Bekasi
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh, Said Iqbal mengatakan, kasus pemaksaan staycation maupun pelecehan seksual lain terhadap buruh perempuan tidak hanya terjadi di Kabupaten Bekasi. Hampir di seluruh kota industri ada laporan. Dia menyebutkan menyebutkan enam kota industri yakni Tangerang dan Serang, Banten; Purwakarta, Jawa Barat; Sidoarjo dan Mojokerto Jawa Timur; serta DKI Jakarta, yaitu Cilincing dan Pulogadung.
Selain itu, terjadi pula di luar Pulau Jawa, khususnya kota besar di Pulau Sulawesi, Sumatera, dan Kalimantan. Menurut Said, kekerasan seksual paling banyak menimpa pekerja perempuan.
“Terutama di industri tekstil, garmen, sepatu, makanan minuman, dan komponen elektronik. Juga di beberapa sektor industri jasa, seperti supermarket, penjaga tol, dan lainnya,” ujar Said Iqbal.
Adapun penyebab utama kekerasan seksual terjadi, kata dia, adalah karena persoalan upah yang rendah. Dengan upah rendah dan tekanan ekonomi yang tinggi di perkotaan, pekerja menjadi lemah dan tak berdaya ketika terjadi penindasan dan eksploitasi.
"Saya menjumpai kekerasan seksual ini dikarenakan kemiskinan. Selain ada kekerasan dan intimidasi, juga ada faktor kebutuhan ekonomi. Itu faktanya, itu temuan," tutur Said Iqbal.
Kondisi itu pula, menurut Said Iqbal, yang membuat para korban kesulitan untuk bersuara. Karena itu, ia berharap kasus paksaan staycation yang terjadi di Kabupaten Bekasi ini dapat menjadi momentum untuk mengecam kekerasan seksual, khususnya di lingkungan kerja.
"Serikat buruh mengecam dan seluruh organisasi buruh di dunia mengecam tentang pelecehan seksual, termasuk staycation ini. Partai Buruh dan serikat buruh di seluruh dunia akan mengambil langkah-langkah serius," kata dia.
Sementara, Ketua Umum Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI) Rudi HB Daman menilai pemaksaan staycation sebagai syarat perpanjang kontrak kerja adalah tindakan biadab. “Melanggar aspek norma sosial, moral, serta hukum. Pelakunya harus dijerat dengan pasal pidana,” ucap Rudi.
Dia pun ikut memantau kasus tersebut. Menurut Rudi, kejadian itu bukanlah temuan baru dan sudah terjadi bertahun-tahun lalu di perusahaan, kawasan industri, dan wilayah lainnya.
"Hanya saja hal ini sulit untuk dibuktikan. Sama halnya dengan kasus kekerasan dan pelecehan seksual lainnya yang sering terjadi di pabrik dan tempat kerja," kata Rudi.
Rudi menjelaskan relasi kuasa menjadi jembatan terjadinya kasus pelecehan seksual dan kekerasan terhadap pekerja perempuan di tempat kerja. Dengan ketimpangan posisi antara buruh kontrak dengan atasan, membuat buruh tidak memiliki banyak pilihan di tengah sulitnya mendapatkan pekerjaan.
GSBI memandang terungkapnya kasus ini semakin memperjelas bagaimana buruknya kinerja Kementerian Ketenagakerjaan atau Kemnaker, terutama dalam bidang pengawasan ketenagakerjaan. “Kemnaker seharusnya tidak hanya sekedar mengeluarkan pernyataan mengecam dan prihatin,” ucap dia.
Namun, harus melakukan tindakan nyata, seperti mencabut kebijakan sistem kerja kontrak dan outsourcing yang selama ini membuat posisi buruh lemah dan rawan dieksploitasi. Status buruh kontrak dan outsourcing selain menghilangkan hak reproduksi buruh perempuan dan buruh pada umumnya, juga membuat posisi buruh hanya dipandang sebagai benda mati. “Yang tidak memiliki kuasa atas dirinya.”
Selanjutnya: Usut Tuntas Pemaksaan Staycation ...