TEMPO.CO, Jakarta - Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau LHKPN sedang menjadi sorotan setelah mencuatnya kasus penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio terhadap Cristalino David Ozora. Mario adalah anak mantan pejabat Dirjen Pajak Rafael Alun Trisambodo alias RAT yang memiliki harta kekayaan mencapai Rp 56 miliar.
LHKPN merupakan sebuah keharusan yang dijalankan oleh setiap penyelenggara, pejabat negara dan pejabat publik sesuai dengan Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih an Bebas Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Total harta kekayaan Rafael itu pun belum dikalkulasikan dengan satu unit mobil Rubicon dan Land Cruiser, satu unit motor Harley Davidson dan Yamaha motor BMW putih yang sempat beredar di media sosial, serta beberapa aset tanah dan tas mewah.
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengakui, meski wajib, namun pelaporan LHKPN tidak diatur mengenai sanksi. Sehingga bagi penyelenggara negara tidak ada konsekuensi apapun jika tidak melapor atau memasukkan harta benda lainnya.
"Saya terus terang, LHKPN itu ada keterbatasan ya sejak Undang-undang No 28 tahun 99 yang menjadi dasar, tidak ada satupun yang menyebut pidana jadi tidak melapor, melapor tidak benar, melapor benar tapi asal hartanya tidak benar, itu tidak ada pidananya," kata Pahala saat konferensi pers di Gedung Kementerian Keuangan, Rabu 1 Maret 2023.
Pahala mengatakan, sekalipun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan notifikasi terhadap lembaga jika ada pejabatnya belum laporan, tidak ada daya paksa apapun.
"Kalau atasannya tidak tertarik ya sudah, enggak lapor juga nggak diapa-apain, kalau atasannya tidak peduli kita kasih notifikasi ini tidak sesuai yang dilaporkan, ada yang belum dilaporkan, atasannya tidak terarik ya udah," kata Pahala.
Selanjutnya: LHKPN bisa saja menjadi temuan perilaku tindak pidana korupsi