Pajak kekayaan ini merupakan pajak atas komponen harta pribadi dikurangi dengan utang. Pajak tersebut dikenakan atas kepemilikan aset pribadi yang mencakup uang tunai, deposito bank, real estat, aset dalam program asuransi dan pensiun, kepemilikan bisnis yang tidak berbadan hukum, sekuritas, dan lainnya.
Menurut Suroto, pajak kekayaan bersih sangat penting mengingat angka gini ratio di Indonesia saat ini menggambarkan ketimpangan yang sangat besar, mulai dari pendapatan hingga distribusi 0,77. Sementara, pada orang dewasa Indonesia, mayoritas atau 83 persen kekayaanya hanya di bawah Rp 150 juta, padahal rata-rata dunia berada di angka 58 persen.
"Dari 4 keluarga kekayaanya sama dengan 100 juta rakyat Indonesia dari yang termiskin menurut Oxfarm, 2021," Suroto dalam keterangan tertulis pada Sabtu, 25 Februari 2023.
Muncul Wacana Pajak Kekayaan
Kesenjangan ekonomi di Indonesia, ujar Suroto, sudah dalam keadaan yang ekstrem dan sangat berbahaya bagi keberlangsungan bangsa dan negara. Ia berujar tuntutan agar diberlalukan pajak harta sangat masuk akal agar negara ini tidak dikuasai oleh segelintir oligarki dan segelintir elit kaya tidak lagi semena-mena.
Dia berujar, sumber kekuasaan kuno paling penting itu adalah dari penguasaan properti, kekayaan atau harta. Sehingga solusinya adalah dengan mengakhiri oligarki dan kesewenang-wenangan elit melalui pajak harta sekarang juga.
Suroto juga menegaskan tarif pajak kekayaan ini harus bersifat progresif, sehingga semakin besar kekayaannya, akan semakin tinggi tarifnya. Tujuannya adalah untuk mengurangi konsentrasi kekayaan pada segelintir orang kaya.
Adapun pajak kekayaan bersih telah diterapkan di banyak negara. Suroto mencatat saat ini sudah ada 36 negara menerapkannya, seperti di Prancis, Jerman, Norwegia, Hungaria, Swiss, dan lain-lain. Padahal tingkat kesenjangan kekayaan di negara-negara tersebut, menurut Suroto sudah cukup rendah.
"Pajak harta harus segera diterapkan di Indonesia karena kekuasaan oligarki atau elit kaya saat ini sudah membahayakan bagi kepentingan demokrasi," tutur Suroto.
RIANI SANUSI PUTRI | ANTARA
Pilihan Editor: Rafael Alun Tiba di KPK Klarifikasi Harta Rp 56 Miliar, Bolehkah Pejabat Punya Kekayaan Jumbo?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.