Sebelum Adil, keluhan serupa datang dari Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor. Menurut Isran, selama ini pembagian DBH belum dapat membantu pembangunan daerah secara maksimal. Ia mencontohkan, melimpahnya produksi kelapa sawit belum dapat dinikmati masyarakat setempat karena ketidakseimbangan formulasi pembagian DBH.
Direktur Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono, menuturkan isu ketidakadilan dalam alokasi DBH yang masih terus terjadi hingga kini menunjukkan bahwa transparansi keseimbangan keuangan pusat dan daerah belum dirasakan semua pihak.
"Dalam kasus Kabupaten Meranti, misalnya, yang dibutuhkan adalah transparansi ihwal jumlah produksi oleh kontraktor migas, berapa pendapatan yang diterima pemerintah, serta bagaimana pendapatan SDA itu kemudian dibagi-bagikan kepada daerah penghasil dan daerah sekitarnya," ucap dia.
Di sisi lain, Yusuf mengatakan, pemerintah perlu mencari solusi tentang fluktuasi penerimaan DBH sumber daya alam yang dipengaruhi oleh harga komoditas internasional. "Perlu dipikirkan mekanisme smoothing karena alokasi DBH yang sering kali fluktuatif jumlahnya menimbulkan kesulitan bagi daerah melakukan perencanaan dan penganggaran."
Sementara, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menambahkan, salah satu evaluasi mekanisme DBH yang dapat dikaji adalah membuka opsi penerapan windfall tax di Indonesia. hal itu sebagaimana yang telah dijalankan di banyak negara.
Adapun windfall tax merupakan pajak tambahan yang dapat dikenakan pemerintah kepada industri tertentu ketika kondisi ekonomi memungkinkan industri menghasilkan keuntungan di atas rata- rata. "Ini untuk menjawab pertanyaan mengapa ketika ada booming harga komoditas, pemda merasa tidak mendapat manfaat yang signifikan," kata Bhima.
Menurut dia, pemerintah pusat dapat memberlakukan windfall tax terhadap keuntungan sumber daya alam, baik pada perusahaan migas, tambang, maupun perkebunan besar. Kemudian, pajak atas kenaikan harga komoditas itu dapat dialirkan langsung kepada pemerintah daerah sebagai DBH.
"Ini tentu akan lebih adil bagi masyarakat di daerah. Tapi pemda juga jangan boros belanjanya pada belanja pegawai atau hal-hal yang tidak berkorelasi terhadap kesejahteraan penduduk lokal." Sebaliknya, belanja harus dialokasikan tepat sasaran, misalnya untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, bantuan sosial, dan upaya mendorong pengembangan UMKM.
RIANI SANUSI PUTRI | GHOIDA RAHMAH | ANNISA FIRDAUSI
Baca Juga: Kabupaten Kepulauan Meranti: Asal usul dan Masuk Segitiga Pertumbuhan 3 Negara
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.