Hingga saat ini, pemerintah mengklaim tak ada penurunan wisatawan mancanegara atau pembatalan kunjungan akibat pasal-pasal moralitas itu. Sandiaga bahkan optimis menjelang liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru), jumlah wisatawan asing akan meningkat lebih dari 50 persen dibandingkan tahun lalu.
Kemudian Kepala Dinas Pariwisata Bali Tjokorda Bagus Pemayun mengatakan wisatawan asing tak perlu ragu berkunjung ke Pulau Dewata setelah ada pengesahan KUHP. “Jangan khawatir karena berdasarkan diskusi kami dengan berbagai asosiasi hotel dan pariwisata, hotel tidak akan menanyakan status perkawinan (dokumentasi),” kata dia.
Ketika turis tiba di sebuah hotel, kata dia, mereka bisa datang untuk bersantai tanpa diperiksa status perkawinannya.
Senada, Direktur Utama BUMN holding industri aviasi dan pariwisata, PT Aviasi Pariwisata Indonesia (Persero) atau InJourney Dony Oskaria mengatakan KUHP tak akan berdampak pada penurunan atau pembatalan penerbangan internasional ke Indonesia.
"Di bandara kita khususnya untuk kedatangan internasional tidak terjadi penurunan, tidak ada juga cancellation. Tapi tentu kita bersama-sama butuh mensosialisasikan bahwa apa yang dikhawatirkan, ditakutkan tidak seperti itu pada dasarnya," katanya, Senin, 12 Desember 2022.
Banjir kritik membuat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia berkomentar. Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang Undangan Kemenkumham Dhahana Putra meluruskan kekhawatiran atas pasal-pasal yang dikhawatirkan memicu wisatawan maupun investor lari.
"Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia," kata Dhahana Putra, Selasa, 13 Desember 2022.
Dhahana menjelaskan pasal perzinaan itu juga bertujuan melindungi ruang privat masyarakat. Pengaturan tindak pidana perzinaan dan kohabitasi bertujuam untuk menghormati lembaga perkawinan, sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
Wujud perlindungan dari ruang privat masyarakat tersebut adalah dengan diaturnya dua jenis delik itu sebagai delik aduan. Artinya, tidak pernah ada proses hukum tanpa ada pengaduan yang sah dari mereka yang berhak mengadu karena dirugikan secara langsung.
"Secara a contrario, pengaturan tersebut juga berarti menutup ruang dari masyarakat atau pihak ketiga lainnya untuk melaporkan adanya dugaan terjadinya tindak pidana tersebut, sekaligus mencegah terjadinya perbuatan main hakim sendiri," kata Dhahana.
Adapun mereka yang berhak mengadukan ialah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Termasuk orang tua maupun anak bagi orang yang tidak terikat perkawinan. Karena itu, menurut Dhahana, para investor dan wisatawan asing tidak perlu khawatir untuk berinvestasi dan berwisata di Indonesia. Sebab, ruang privat masyarakat tetap dijamin undang-undang tanpa mengurangi penghormatan terhadap nilai-nilai keindonesiaan.
Namun lebih jauh, Advokat Hotman Paris Hutapea mencermati banyaknya celah dalam pasal-pasal moralitas itu. Ia membeberkan ada tiga pasal di KUHP yang bisa mengganggu pariwisata dan investasi asing.
Pertama, pasal 411 tentang perzinahan. Hotman Paris menilai pasal ini dapat membuat para calon wisatawan asing khawatir untuk melancong ke Indonesia. Pasalnya, menurut dia, sebagian besar wisatawan asing di Indonesia adalah pasangan di luar pernikahan. Sehingga, ancaman hukuman pidana hingga 1 tahun terhadap pasangan yang melakukan hubungan intim di luar pernikahan akan menurunkan minat mereka berwisata di Tanah Air.
Di sisi lain, pasal perzinahan itu juga mendapat banyak mispersepsi. Hotman menjelaskan ancaman itu baru bisa berlaku hanya bila ada pihak yang mengadukan atau dengan kata lain delik aduan. Pihak yang berhak mengadukan adalah suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan. Atau orang tua maupun anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
Kedua, Hotman menyoroti pasal 412 yang menyebutkan setiap orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan atau kumpul kebo akan dipidana paling lama enam bulan. Menurut dia, konsep kumpul kebo sangat relevan bagi orang asing yang akan ke Indonesia.
"Investor asing juga banyak yang berpacaran dengan warga lokal," kata dia. Sehingga ia menilai pasal ini juga bisa mengancam iklim investasi di Indonesia.
Ketiga, pasal 424 tentang minuman dan bahan yang memabukkan. Dia menilai pasal ini yang paling bermasalah, sebab bukan berupa delik aduan. Hukuman atas pelanggaran pasal ini dapat menyasar turis asing, pengusaha, hingga pelayan bar. Bahkan, seseorang yang tidak mabuk tetapi menuangkan atau memberikan minuman keras pada orang lain langsung terancam pidana selama 1 tahun.
Ditambah pengertian mabuk tidak diatur dalam KUHP baru ini. Apakah hukuman akan dijatuhkan pada orang yang mabuk berat atau ringan. Hotman menuturkan tak mungkin wisatawan asing dikenakan aturan tersebut. Pasalnya, dalam konteks liburan mereka terbiasa mengunjungi bar.
"Misal kau lagi berdansa, tiba tiba rekan saya ini tambah minuman ini ke saya, dia yang masuk penjara, bukan aku, padahal aku yang mabuk. Makanya saya bilang ini logika hukumnya dimana," kata Hotman.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Dampak KUHP Menjelang Nataru, Asosiasi Agen Travel: Belum Ada Pembatalan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini