Penggeledahan sampai ke konsorsium itu kemudian disampaikan Kejaksaan Agung dalam pernyataan resmi. Kejaksaan telah menggeledah kantor konsorsium PT Fiberhome Teknologi Indonesia, Lintas Arta, hingga ZTE dan IBS. Konsorsium Lintas Arta, Huwaei, dan SEI tercatat melakukan pekerjaan pembangunan menara di wilayah Papua dan Papua Barat dengan jumlah 954 sites untuk tahap pertama.
Kejaksaan Agung juga menghimpun berkas-berkas dari konsorsium IBS dan ZTE. Konsorsium ini mengerjakan pembangunan BTS di wilayah Papua dengan total 1.811 sites. Selanjutnya, menggeledah juga kantor konsorsium Fiberhome, Telkom Infra, dan MTD untuk memperoleh berkas-berkas serupa. Konsorsium tersebut mengerjakan pembangunan menara di Kalimantan, NTT, Sumatera, Maluku, Sulawesi dengan jumlah 1.435 sites.
Proyek pembangunan BTS ini diinisiasi sejak akhir 2020. Direncanakan menyentuh 7.904 titik blankspot serta 3T atau terdepan, terluar, dan tertinggal, semestinya proyek kelar pada 2023. Pembangunan tersebut terbagi atas dua tahap. Tahap pertama, BTS ditargetkan berdiri di 4.200 lokasi dan penggarapannya semestinya telah rampung pada 2022. Sedangkan sisanya diselesaikan sampai 2023.
Namun hingga kuartal II 2022, BAKTI tercatat baru merampungkan 2.060-2.070 tower untuk tahap pertama. “Itu yang sudah on air,” kata Kepala Divisi Infrastruktur Lastmile Backhaul BAKTI Feriandi Mirza saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Selatan, 3 Juni lalu.
Feriandi mengatakan ada berbagai hambatan yang dialami oleh pekerja di lapangan baik di daerah Papua dan non-Papua. Di wilayah luar Papua, dia bercerita penyelesaian proyek pembangunan BTS sempat terganggu oleh pandemi Covid-19 yang mempengaruhi rantai pasok.
Selama wabah meruak, kontraktor BTS kesulitan mendapatkan perangkat microchip yang masih banyak diimpor dari negara lain, seperti Cina. “Karena perangkat (telekominukasi) ini mostly 100 persen masih impor,” katanya.
Pasokan perangkat telekomunikasi dari negara-negara produsen microchip menyusut lantaran produksi berkurang. Ditambah lagi, lalu-lintas logistik dari satu negara ke negara lain terganggu karena kebijakan lockdown.
Sementara itu di wilayah Papua, penyelesaian pembangunan BTS sempat terkendala oleh beberapa masalah. Misalnya, soal keamanan. Feriandi bercerita entitasnya sempat diminta menghentikan sementara proyek pembangunan BTS oleh Kepolisian Daerah Papua setelah tragedi penembakan delapan pekerja Palapa Ring Timur.
“Plus ada kejadian lain, insiden kecil di berbagai area di Provinsi Papua. Intinya kamu bukan ingin menempatkan pekerja di risiko yang sama,” ucap dia. Selain masalah keamanan, Feriandi menyinggung persoalan geografis di beberapa titik di Papua yang sulit dijangkau dengan akses darat.
Untuk beberapa wilayah, ia mengatakan pengiriman material harus diangkut menggunakan helikopter. Rantai panjang pengiriman ini diklaim membuat pekerjaan tak selesai tepat waktu.
Baca juga: Dugaan Korupsi BTS Kominfo, Moratelindo Bantah Ikut Terlibat Proyek