Risiko BBM Tanpa Pembatasan
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan keputusan pemerintah menaikkan harga BBM seraya menggelontorkan bantalan sosial semata-mata untuk menjaga daya beli masyarakat. Keputusan itu, kata dia, juga untuk mengalihkan anggaran subsidi BBM yang membengkak.
Tanpa adanya kenaikan harga BBM, anggaran subsidi dan kompensasi energi yang telah melonjak drastis hingga Rp 502 triliun dianggap bisa langsung habis begitu saja. Sebab, kuotanya cepat terkikis akibat tingkat konsumsi masyarakat.
"Tanpa penyesuaian, Rp 502 triliun habis dan harus nambah Rp 89 triliun sampai dengan Rp 147 triliun, tergantung ICP (Indonesian Crude Price). Maka kita alihkan untuk BLT BBM dan belanja produktif," kata dia dikutip dari akun Twitter @prastow, Rabu, 7 September 2022. Prastowo mengizinkan Tempo untuk mengutip cuitan tersebut.
Prastowo membeberkan, total anggaran subsidi BBM 2022 yang telah membengkak dari mulanya Rp 152,5 triliun menjadi Rp 502 triliun. Besarannya masih berpotensi menggendut karena kuota subsidinya akan habis pada Oktober 2022. Karena itu, pemerintah perlu menambal dengan anggaran baru yang berpotensi membuat defisit APBN makin lebar.
"Maka harus ditambah dan otomatis subsidi meningkat. Dengan asumsi ICP US$D 97, tanpa kenaikan harga BBM pemerintah harus menambah subsidi Rp 137 triliun. Jika US$ 99 nambah Rp 151 triliun, dan bila US$ 105 akan butuh Rp 195 triliun," ujar dia.
Kendati begitu, Prastowo berpendapat, beban anggaran subsidi BBM ini bisa menyusut ketika harga BBM dinaikkan mengimbangi kenaikan harga minyak mentah dunia. Dengan penyesuaian harga pada pekan lalu, dalam rentang ICP US$ 97,99 dan US$ 105 per barrel, maka pemerintah masih menanggung subsidi Rp 89 triliun sampai Rp 147 triliun.
"Ini pun jumlah yang sangat besar. Maka pengalihan ke BLT BBM itu langkah tepat untuk melindungi daya beli masyarakat yang kurang mampu," ujar Prastowo.
Dengan naiknya harga BBM dan anggaran subsidi yang dialihkan untuk program BLT, pemerintah bisa memiliki ruang fiskal yang lebih longgar. APBN pun diklaim lebih sehat ke depannya.
KHORY ALFARIZI | NABILA NURSHAFIRA
Baca juga: Cerita Driver Ojek Online yang Pendapatannya Menurun setelah Harga BBM Naik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.