BLT Tak Mampu Topang Efek Kenaikan Harga Bensin
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan BLT yang dikucurkan pemerintah sebagai jejaring pengaman kenaikan harga BBM tak efektif. Dia melihat dampak kenaikan harga BBM itu efeknya akan meluas ke banyak sektor, termasuk usaha mikro kecil menengah atau UMKM.
Sementara itu, pemerintah hanya menyiapkan tambahan anggaran senilai Rp 24,17 triliun untuk menyokong dampak lonjakan harga BBM. Angka itu nominalnya sangat kecil.
“Dari segi jangka waktu, BLT BBM dampaknya cuma beberapa bulan, tapi kenaikan harga BBM-nya bisa satu sampai dua tahun ke depan,” ujar dia, kemarin.
Selain itu, Bhima juga menyoroti keakuratan data yang dimiliki pemerintah untuk menyalurkan BLT BBM. Menurut dia, banyak masyarakat kelas menengah rentan yang tidak tercantum dalam database. Dia juga menjelaskan bisa saja sebelumnya, masyarakat kelas rentan dianggap sebagai kalangan yang mampu. Namun ketika harga BBM naik, mereka turun kelas menjadi orang miskin.
“Mereka bisa saja belum mendapatkan bantuan sosial alias bansos karena di database-nya tidak tercatat,” katanya.
Bhima juga mengatakan penyaluran BLT BBM dengan kebijakan kenaikan harga dilakukan hampir bersamaan. Dampak dari kenaikan harga BBM itu langsung dirasakan masyarakat, sementara bansos cairnya bertahap.
Selanjutnya, subsidi upah untuk 81 juta pekerja di sektor informal pun sebagian besar datanya tidak ada di BPJS Ketenagakerjaan. Padahal, penerima bantuan ini harus mereka yang sudah terdaftar di jaminan sosial.
“Karena basis data dari subsidi upah adalah BPJS Ketenagakerjaan, jadi banyak yang tidak masuk ke dalam database itu dan mereka sebenarnya paling rentan terdampak,” tutur Bhima.
Berikutnya, upaya agar bansos tepat sasaran.