TEMPO.CO, Jakarta - Topeng kertas bergambar wajah Munir menyergap kantor Komnas HAM pada Jumat, 26 Agustus 2022. Para aktivis pun membawa tulisan #Masih Ingat di depan kantor Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat itu.
Aktivis yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir atau KASUM itu ingin beraudiensi dengan Komnas HAM mengenai penetapan kasus pembunuhan Munir sebagai pelanggaran HAM berat.
Mereka kecewa dengan Komnas HAM yang tak kunjung menetapkan kasus pembunuhan itu sebagai pelanggaran HAM berat.
“Saat audiensi kami mengungkapkan kekecewaan karena Komnas sangat lamban menyimpulkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat,” kata Kepala Divisi Hukum Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Andi Rezaldy, Sabtu, 27 Agustus 2022.
Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) saat melakukan aksi demo di depan Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 12 Agustus 2022. Dalam aksinya KASUM mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk segera menetapkan kasus kematian Munir Said Thalib sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Kasus Munir masih meninggalkan banyak persoalan dalam proses penuntasannya, sebab Negara belum berhasil memenuhi rasa keadilan bagi keluarga dan publik secara luas. Hingga kini, Negara juga belum kunjung berhasil mengusut dan mencari dalang pembunuhan (intellectual dader) Munir. TEMPO/Subekti.
Andi mengatakan KASUM menuntut penjelasan Komnas mengenai lamanya penetapan kasus pembunuhan Munir menjadi pelanggaran HAM berat. Menurut dia, kasus Munir hanya berpindah dari satu tim ke tim lainnya yang dibentuk Komnas HAM.
Namun, hingga kini belum ada keputusan mengenai penetapan bahwa pembunuhan terhadap Munir adalah kejahatan kemanusiaan. “Kami simpulkan beberapa tahun ini Komnas hanya berkutat pada kajian dengan memanggil berbagai ahli,” kata Andi.
Munir Said Thalib dibunuh dalam penerbangan menuju Amsterdam pada 7 September 2004. Aktivis demokrasi itu tewas dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol pukul 08.10 waktu setempat. Hasil autopsi kepolisian Belanda dan Indonesia menyimpulkan dia tewas karena racun arsenik. Hasil penyelidikan saat itu mendapati bahwa pelaku pembunuhan adalah pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto. Pollycarpus divonis 14 tahun penjara pada 12 Desember 2005.
Kasus Munir ditengarai tidak hanya melibatkan Pollycarpus sebagai pelaku lapangan. Deputi V Badan Intelijen Negara saat itu, Muchdi Purwoprandjono sempat menjadi terdakwa pembunuhan Munir. Namun, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskannya dari segala dakwaan pada 31 Desember 2008.
Mencegah Kasus Kedaluwarsa
Para aktivis pembela HAM menilai pembunuhan Munir penting untuk ditetapkan menjadi pelanggaran HAM berat. Jika tidak, kasus ini akan dianggap kasus kriminal biasa yang bisa kedaluwarsa. Dalam aturan hukum pidana, terdapat ketentuan yang menyebutkan kasus pidana akan kedaluwarsa setelah 18 tahun. Masa waktu 18 tahun kasus pembunuhan Munir jatuh pada 7 September 2022.
Selanjutnya: Sejarah pengusutan kasus Munir...