Tim akan melakukan penyelidikan pro justicia untuk menemukan bukti yang cukup guna menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Hasil penyelidikan ini yang nantinya akan dibawa ke sidang paripurna Komnas HAM untuk diputuskan sebagai pelanggaran HAM berat atau tidak.
Andi Rezaldy mengatakan KASUM gerah dengan lamanya proses di Komnas HAM untuk sampai pada kesimpulan pembentukan tim ad hoc. Menurut dia, seharusnya Komnas dapat langsung membentuk tim ad hoc agar kasus ini cepat selesai. “Hal ini keliru,” kata dia.
Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid berpendapat Komnas HAM menggunakan mekanisme bertingkat dalam penyelidikan kasus ini. Dia menilai seharusnya Komnas HAM bisa langsung membentuk tim untuk melakukan penyelidikan pro justicia. “Tim kajian itu memakan waktu yang cukup lama, itu mengakibatkan penundaan perkara, mengakibatkan penundaan keadilan,” ujar Usman.
Mantan anggota Tim Pencari Fakta Kasus Munir ini berpendapat Komnas seperti kesulitan menemukan unsur sistematis dan meluas dalam pembunuhan Munir. Menurut dia, unsur sistematis sebenarnya sudah nampak sejak awal dari keterlibatan sejumlah orang adalam korporasi Garuda dan dugaan keterlibatan badan intelijen dalam pembunuhan tersebut. “Jadi sebenarnya tidak ada kendala dalam kerangka hukumnya,” tutur dia.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik membantah bahwa lembaganya mengulur-ulur waktu untuk menetapkan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat. Dia mengatakan tim kajian hukum perlu dibentuk lebih dahulu di kasus Munir.
Dia mengatakan kasus Munir sudah pernah disidangkan. Kajian hukum yang matang, kata dia, perlu dilakukan Komnas HAM agar kasus tersebut tidak ditolak dengan alasan asas ne bis in idem apabila sudah ditetapkan menjadi pelanggaran HAM berat. Asas hukum itu menyebutkan bahwa seseorang tidak bisa dituntut dua kali untuk perkara yang sama. “Kita membutuhkan argumentasi yang kuat,” ujar dia, Jumat, 26 Agustus 2022.
Taufan mengakui di dalam lembaganya sempat terbelah mengenai pemenuhan unsur masyarakat sipil dan unsur meluas dalam pembunuhan kasus Munir. Sejumlah ahli dari dalam dan luar negeri, kata dia, diundang untuk dimintai pendapatnya. Menurut dia, ada ahli yang berpendapat bahwa unsur itu telah terpenuhi, namun ada juga yang tidak.
Setelah mendengar pendapat dari berbagai ahli, dia mengatakan pada akhirnya Komnas HAM menyimpulkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir. Maka itu, kata dia, pada rapat paripurna 12 Agustus 2022 Komnas HAM memutuskan pembentukan tim ad hoc yang akan melakukan penyelidikan kasus Munir secara pro justicia.
Menurut Taufan tim itu akan diisi oleh komisioner Komnas HAM dan perwakilan masyarakat sipil. Tim akan secara resmi dibentuk pada rapat paripurna yang akan diselenggarakan pada 6 September 2022. Dalam audiensi dengan KASUM, Taufan meminta mereka mengusulkan nama calon anggota tim yang berasal dari masyarakat sipil. Dia berharap usulan nama anggota itu merupakan pribadi dengan nama besar. “Sehingga punya daya gedor yang kuat ketika berkas diserahkan ke Kejaksaan Agung,” kata dia.
Taufan berharap Presiden Jokowi juga mendukung upaya lembaganya dalam penuntasan kasus Munir. Berkaca dari kasus pelanggaran HAM sebelumnya, kata dia, dukungan politik presiden sangat berpengaruh agar kasus tersebut naik ke tahap penyidikan dan penuntutan.
Taufan tak khawatir kasus Munir akan mandek apabila komisoner Komnas HAM berganti--masa jabatan Taufan dkk akan berakhir tahun ini. Dia mengatakan kesimpulan rapat paripurna Komnas HAM yang terakhir telah menetapkan adanya dugaan pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan Munir. Dengan demikian, komisioner selanjutnya harus melanjutkan penyelidikan kasus tersebut.
Baca juga: Aktivis Kritik Komnas HAM Lamban Tetapkan Kasus Munir sebagai Pelanggaran HAM Berat
KORAN TEMPO