TEMPO.CO, Jakarta - Krisis ekonomi yang mendera di Sri Lanka berujung turunnya pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Gotabaya Rajapaksa. Parlemen memastikan Sri Lanka presiden baru akan dipilih pada Rabu 20 Juli 2022. Pihak oposisi termasuk yang menyatakan diri akan ikut dalam pemilihan.
Pemimpin oposisi Sajith Premadasa mengatakan siap untuk masuk ke pemerintahan. Partainya Samagi Jana Balawegaya memegang 54 kursi di parlemen yang beranggotakan 225 orang. "Kami sebagai oposisi siap memberikan kepemimpinan untuk menstabilkan negara dan membangun kembali perekonomian," katanya. "Kami akan menunjuk presiden baru, perdana menteri dan membentuk pemerintahan."
Turunnya presiden terjadi setelah pengunjuk rasa menyerbu kediaman resmi Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe pekan lalu. Keduanya telah menyatakan untuk mundur akibat krisis ekonomi terdalam sejak beberapa dekade lalu. Padahal sebelumnya Rajapaksa sempat menjanjikan bahwa Sri Lanka akan menjadi negara maju pada 2025.
Gotabaya Rajapaksa akan mundur pada Rabu, 13 Juli 2022. Ranil mengatakan Rajapaksa telah mengkonfirmasi rencana pengunduran dirinya kepada perdana menteri. Kabinet akan mengundurkan diri setelah kesepakatan dicapai untuk membentuk pemerintahan semua partai.
Ketua Parlemen Mahinda Yapa Abeywardena dalam sebuah pernyataan mengatakan, parlemen akan berkumpul kembali pada Jumat, 15 Juli 2022, dan akan memilih presiden baru lima hari kemudian. "Selama pertemuan para pemimpin partai yang diadakan Senin, disepakati bahwa ini penting untuk memastikan pemerintahan semua partai yang baru sesuai dengan Konstitusi," tambah pernyataan itu. "Partai yang berkuasa telah mengatakan perdana menteri dan Kabinet siap mengundurkan diri untuk menunjuk pemerintah semua partai."
Pakar Hukum mengatakan, begitu presiden dan perdana menteri mengundurkan diri, ketua parlemen akan ditunjuk sebagai penjabat presiden sebelum parlemen memilih presiden baru untuk menyelesaikan masa jabatan Rajapaksa yang akan berakhir pada 2024.
Demonstrasi akbar berlangsung di Sri Lanka pada Sabtu, 9 Juli 2022. Massa menuntut pengunduran diri Presiden Gotabaya Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe. Para pengunjuk rasa menduduki Istana Presiden, kediaman resmi Perdana Menteri dan menguasai kantor sekretariat presiden yang terletak di Galle Face Green. Tempat itu jadi pusat konsentrasi massa pelaku unjuk rasa. Rumah Ranil hangus terbakar.
Rakyat Sri Lanka menyalahkan Gotabaya Rajapaksa atas runtuhnya ekonomi yang bergantung pada pariwisata. Krisis kian parah sejak dihantam pandemi COVID-19 dan larangan pupuk kimia yang kemudian dibatalkan.
Keuangan pemerintah dilumpuhkan oleh utang yang menumpuk dan potongan pajak yang diberikan oleh rezim Rajapaksa. Utang luar negeri Sri Lanka meroket hingga US$ 51 miliar atau sekitar Rp 757 triliun. Sri Lanka tidak bisa membayarnya. Sri Lanka tidak memiliki uang untuk mengimpor barang-barang pokok. Sri Lanka hampir tidak memiliki sisa dolar untuk mengimpor bahan bakar, yang telah dijatah secara ketat.
Gubernur Bank Sentral mengatakan kepada Reuters bahwa ketidakstabilan politik dapat merusak negosiasi dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk paket penyelamatan. Adapun menurut Ranil, IMF telah mencatat butuh empat tahun untuk menstabilkan ekonomi Sri Lanka. Tahun pertama adalah yang terburuk.
Terjerumus krisis ekonomi karena...