Mengapa Bisa Terjerumus Krisis?
Analis mengatakan bahwa salah urus ekonomi oleh pemerintah berturut-turut telah melemahkan keuangan publik Sri Lanka. Akibatnya pengeluaran nasional melebihi pendapatan sedangkan produksi barang serta jasa di bawah target.
Situasi ini diperburuk oleh pemotongan pajak oleh pemerintah Rajapaksa pada 2019. Beberapa bulan kemudian, pandemi COVID-19 melanda.
Hal itu menghapus sebagian besar basis pendapatan Sri Lanka, terutama dari industri pariwisata. Di sisi lain pengiriman uang dari warga negara yang bekerja di luar negeri turun dan dilemahkan oleh nilai tukar mata uang asing yang tidak fleksibel.
Lembaga pemeringkat, prihatin dengan keuangan pemerintah dan ketidakmampuannya untuk membayar utang luar negeri yang besar. Peringkat kredit Sri Lanka pun turun dari tahun 2020 dan seterusnya, yang akhirnya mengunci negara itu keluar dari pasar keuangan internasional.
Untuk menjaga perekonomian tetap bertahan, pemerintah sangat bergantung pada cadangan devisa yang terkikis hingga 70 persen dalam dua tahun terakhir. Krisis telah melumpuhkan Sri Lanka, yang pernah dianggap negara maju di kawasannya. Kekurangan bahan bakar telah menyebabkan antrian panjang di stasiun pengisian bahan bakar dan rumah sakit kekurangan obat-obatan. Inflasi menjadi tidak terkendali mencapai 54,6 persen bulan lalu dan bisa naik menjadi 70 persen menurut bank sentral.
Dari restrukturisasi utang hingga minta tolong ke negara tetangga...