TEMPO.CO, Jakarta - Gamang delapan tahun menanti kejelasan, Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) memilih berserah mengikuti putusan pengadilan atas pembayaran sisa pesangon mereka. Keputusan Pengadilan Negeri Surabaya untuk mencabut perjanjian homologasi PT Merpati Nusantara atau Merpati Air membuat arah pembayaran sisa pesangon para mantan karyawannya makin abu-abu.
"Sampai saat ini belum ada gambaran sama sekali apakah akan dilunasi atau tidak. Undangan diskusi pun tidak ada. Tapi kami akan ikuti saja putusan pengadilan," ujar Anthony Ajawaila, Ketua PPEM saat dihubungi Tempo, Rabu, 8 Juni 2022.
Dibatalkannya perjanjian homologasi Merpati Air pada 2 Juni 2022 praktis membuat perusahaan maskapai pelat merah itu pailit. Kewajiban Merpati kepada pihak ketiga, termasuk pesangon kepada eks-karyawan, akan diselesaikan dari penjualan seluruh aset perusahaan melalui mekanisme lelang sesuai dengan penetapan pengadilan.
Adapun maskapai ekor kuning tercatat memiliki kewajiban sebesar Rp 10,9 triliun dengan ekuitas negatif Rp 1,9 triliun per laporan audit 2020. Anthony bercerita para eks karyawan Merpati terkatung-katung menunggu pencairan pesangon.
Setelah Merpati bangkrut dan mereka tak lagi bekerja, para eks karyawan berakrobat untuk bertahan hidup. Banyak di antaranya yang mengalami kesulitan ekonomi lantaran masih menganggur hingga bercerai karena desakan kebutuhan. Ada kepala keluarga yang tak mampu membayar uang sekolah anaknya, menurut Anthony.
Tidak sedikit pula para eks karyawan perusahaan yang kini banting setir bekerja serabutan, menjadi tukang bangunan, ojek, hingga petani. Bahkan, ada beberapa orang yang sakit parah dan meninggal dalam penantian.
Anthony mengatakan hanya janji Erick Thohir lah yang kini bisa menjadi pegangannya. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di depan DPR pernah mengatakan tak akan menzalimi para karyawan Merpati Air yang sudah lontang-lantung sejak lama.
"Pegangan kami adalah janji Pak Menteri BUMN. Dia bilang pembubaran Merpati agar tidak zalim pada kami. Maka, harus menjaga omongannya dengan membayar apa yang menjadi hak kami," tutur Anthony.