Sebelumnya, Erick mengatakan Merpati Air memang termasuk tujuh perusahaan BUMN yang akan dibubarkan. "Kan daripada kita zalim terhadap pekerja yang terkatung-katung, nah lebih baik diselesaikan," ujarnya setelah rapat kerja bersama DPR, 7 Juni 2022.
Kala itu Erick menjelaskan masih ada aset-aset yang Merpati Air yang dapat dimanfaatkan. Misalnya, fasilitas maintenance. Menurut dia, aset itu bisa dialihkan ke maskapai BUMN lain, seperti Garuda Indonesia atau Pelita Air. Proses sinergi aset itu sudah ditugaskan kepada PT Danareksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Kuasa hukum Tim Advokasi PPEM, David Sitorus, mempertanyakan hasil penjualan dan pemanfaatan aset Merpati. Dia ragu hasil penjualan aset itu diutamakan untuk pelunasan pesangon para eks karyawan.
"Utang Merpati kan ada banyak, apakah aset-aset Merpati itu cukup tidak untuk membayarkan hak-hak karyawan?" kata David.
David berujar sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi, masalah pesangon harus menjadi prioritas utama yang harus dibayarkan perusahaan. Sebab, pesangon bukan termasuk utang bisnis atau pinjaman kepada pihak ketiga melainkan kewajiban utama perusahaan.
"Ditambah Erick bilang langkah penutupan Merpati adalah penjualan aset dan diutamakan untuk membayarkan hak pesangon karyawan sebagai prioritas utama. Apakah itu akan dijalankan oleh kurator atau tidak?" ujarnya.
Dia pun berpendapat pemerintah tidak bisa hanya berpegang pada Undang-undang Kepailitan. Musababnya, ada undang-undang lain yang tidak bisa diabaikan, seperti Undang-undang Dasar (UUD) 1945 pasal 28 D ayat 1 angka 2 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
"Jika ini dimasukan hanya pada undang-undang kepailitan, tidak serta merta juga bisa menyelesaikan urusan klien kami," ucapnya.