Pertama, petani akan menyampaikan aspirasi kepada Presiden Joko Widodo alias Jokowi supaya melindungi petani akibat turunnya harga TBS kelapa sawit. Kedua, petani bakal meminta Jokowi meninjau ulang kebijakan larangan ekspor sawit dan produk minyak goreng serta bahan bakunya. Ketiga, petani mendesak Jokowi melindungi 16 juta petani sawit yang terancam turun pendapatannya akibat kebijakan larangan ekspor sawit.
Keempat, petani meminta Jokowi memperkuat distribusi minyak goreng sawit, khususnya subsidi, dengan melibatkan jejaring TNI dan Polri. Kelima, petani meminta Jokowi untuk memerintahkan Menteri Pertanian merevisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Niaga TBS.
Demo tak hanya berlangsung di Jakarta. Di Belitung Timur, ratusan petani kelapa sawit melakukan aksi untuk menuntut hal yang sama. Para petani gamang lantaran sejak kebijakan larangan ekspor berjalan, sawit tak laku dijual.
Koordinator unjuk rasa, Dwi Nanda Putra, mengatakan kebijakan larangan ekspor CPO oleh pemerintah telah memberi dampak ekonomi bagi petani sawit. "Pasca-Lebaran dampaknya semakin terasa. Kami berharap sekali kebesaran hati Presiden Jokowi untuk mengakhiri ini," ujar Dwi Nanda.
Menurut Dwi, larangan ekspor CPO dengan alasan menurunkan harga minyak goreng sama sekali tidak berpengaruh karena harga minyak di Belitung Timur tak kunjung turun. "Sementara itu, sawit kami tidak laku. Di mana korelasinya? Buah sawit kami terpaksa dibiarkan membusuk karena tidak ada perusahaan di sini yang mampu lagi menampung hasil petani," ujar dia.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah segera mencabut larangan ekspor CPO agar petani tak merugi terlampau dalam. Sebab, kebijakan itu sonder mengubah harga minyak goreng di pasar retail.
“Yang diuntungkan adalah petani dan industri sawit di Malaysia,” kata Bhima. Bhima mengatakan, sepanjang ekspor CPO dilarang, negara berpotensi kehilangan devisa sebesar US$ 3 miliar. Devisa itu akan mengalir ke pasar penghasil sawit lainnya, khususnya Malaysia.
Sejalan dengan itu, laju ekspor Indonesia disinyalir akan terus menurun. Menurut Bhima, dampak terhadap larangan ini secara lebih dalam akan dirasakan untuk neraca perdagangan pada Mei. Menyitir informasi harga pangan strategis, dia berujar harga minyak goreng rata rata pada pekan kedua Mei sebesar Rp 24.500 per liter. “Jadi sebaiknya dibatalkan saja pelarangan ekspor CPO karena banyak mudaratnya,” ucap Bhima.
Pemerintah dikabarkan baru akan menyetop kebijakan larangan CPO jika minyak goreng curah didistribusikan ke 40 juta penduduk desil terbawah. Dengan distribusi tersebut, diharapkan harga minyak di pasar tradisional kembali ke batas harga eceran tertingginya (HET). Saat ini, pendistribusian ke pasar-pasar tradisional sedang digeber oleh perusahaan pelat merah melalui penugasan.
Staf khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga, mengatakan Bulog maupun Holding BUMN Pangan, ID Food, siap menangani distribusi minyak goreng ke daerah. “ID Food akan melakukan trial di 5.000 titik distribusi. Ini nanti targetnya sampai ke 40 juta masyarakat miskin,” kata Arya.