TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah akan kembali memberikan Bantuan Subsidi Upah (BSU) pada tahun ini. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan bantuan BSU yang kembali dikucurkan bertujuan untuk melindungi para pekerja atau buruh serta mengakselerasi pemulihan ekonomi.
"Tujuan dari BSU ini selain melindungi dan mempertahankan kemampuan ekonomi pekerja/buruh, juga diharapkan dapat meningkatkan daya beli masyarakat sehingga mengungkit pertumbuhan ekonomi," kata Ida dalam keterangan tertulis Rabu, 6 April 2022.
Kementerian Ketenagakerjaan sebelumnya telah mengelola BSU pada 2020 dan 2021 dengan beberapa ketentuan kriteria penerima dan jumlah bantuan yang diberikan.
Pada tahun 2020, subsidi upah difokuskan ke pekerja atau buruh yang memiliki upah di bawah Rp 5 juta. Pada tahun berikutnya, subsidi upah menyasar mereka yang terdampak kebijakan PPKM level 3 dan 4 dan memiliki upah di bawah Rp 3,5 juta. Bila di daerah tersebut upah minimumnya lebih dari Rp 3,5 juta, maka menggunakan batasan upah minimum yang berlaku.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan BSU tersalurkan secara tepat sasaran dan sesuai target penerima. Temuan tersebut berdasarkan hasil survei bersama Setwapres, Kementerian Ketenagakerjaan, BPJS, dan TNP2K, yang dilaksanakan 24 Maret hingga 5 Mei 2021.
Menurut Sri Mulyani, penyaluran BSU tepat sasaran karena diterima sebagian besar oleh Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak, dengan gaji pokok Rp 2,9 juta.
Bendahara negara itu menyebutkan sebanyak 56 persen penerima adalah Pekerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu atau pekerja kontrak. "Dan mereka rata-rata gajinya adalah Rp 2,9 juta yang itu sesuai dengan target kita di bawah Rp 5 juta," kata Sri Mulyani pada webinar Sinergi Pengawasan Nasional Program Pemulihan Ekonomi Nasional Tahun 2021, Kamis, 21 Oktober 2021.
Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa 91,1 persen peserta program BSU menggunakan bantuannya untuk belanja pangan dan hanya 6,9 persen menggunakannya untuk menabung.
Lalu, 62 persen peserta penerima mengakui mengalami kesulitan dalam mencukupi kebutuhan sehari-hari di masa awal pandemi Covid-19. Tidak hanya itu, rata-rata mengalami penurunan pendapatan sekitar Rp1,3 juta atau 26,1 persen dari total pendapatan.