Padahal sejak awal, KSPI meminta pemerintah mencabut aturan itu. Buruh khawatir pemerintah melakukan akal-akalan di kemudian hari. Apalagi sampai saat ini, KSPI belum menerima draf salinan revisi peraturan tersebut.
“Selama Permenaker Nomor 2 belum dicabut, buruh tidak percaya dengan pernyataan (pemerintah) akan melakukan pencairan JHT kembali pada peraturan yang lama,” ujar Said.
Selain mendesak pemerintah mencabut peraturan anyar tentang JHT, buruh meminta Kementerian memastikan jaminan hari tua bisa langsung dicairkan saat karyawan terimbas pemutusan hubungan kerja atau PHK dan putus kontrak. KSPI mengancam akan menggelar aksi protes yang lebih besar pada 11 Maret mendatang jika usulan buruh tidak ditampung.
Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar melihat Kementerian Ketenagakerjaan berada di persimpangan saat memutuskan untuk merevisi atau mencabut Peremanker 2 Tahun 2022. Musababnya, jika aturan anyar ini dibatalkan, pemerintah harus kembali memberlakukan beleid lama Permenaker Nomor 19 Tahun 2015.
Padahal beleid itu bertentangan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dua pasal dalam UU SJSN, yaitu Pasal 35 dan 37, tidak membuka ruang JHT bisa dicairkan untuk pekerja terdampak PHK.
“Jadi yang boleh mengambil adalah hanya yang meninggal, cacat total, dan pensiun. Sedangkan di Permenaker 19 Tahun 2015, (pekerja terkena PHK) boleh,” ucap Timboel.
Jika Permenaker 2 Tahun 2022 dibatalkan dan beleid lama kembali berlaku, itu artinya pemerintah harus merevisi UU SJSN agar undang-undang dan peraturan turunannya sejalan. “Jadi kalau ingin membatalkan aturan, Pak Jokowi tidak boleh hanya mengatakan mencabut. Namun bagaimana Pasal 35 dan Pasal 37 diperbaiki UU SJSN diperbaiki,” ucapnya.
Di sisi lain, Timboel melihat sikap pemerintah mengalah untuk merevisi aturan pencairan JHT semata-mata karena alasan investasi. Pemerintah tidak ingin isu ketenagakerjaan menimbulkan gelombang protes yang mengganggu iklim investasi di tengah pemulihan ekonomi. Apalagi tahun ini, pemerintah menargetkan realisasi investasi dari dalam dan luar negeri mencapai Rp 2.000 triliun.
Risiko Penurunan Imbal Hasil Investasi
Lebih jauh, Timboel menilai pembatalan penerapan pola pencairan JHT dengan usia minimal 56 tahun bakal berisiko terhadap perolehan imbal hasil investasi. Pengelola JHT dan dana pensiun akan memperoleh imbal hasil yang lebih kecil karena instrumen jaminan ini kembali bersifat jangka pendek.
“Dana JHT akan standby di deposito dan tabungan,” ucap Timboel.